“Ra! Sebaiknya kamu nggak usah tanding deh besok.” ucapku memperingatkan. Yura yang terkejut lagi hanya menatapku.
“Terus aku harus kalah gitu?” ya setidaknya sekalipun kalah, risiko kamu dicelakai menjadi berkurang.
Belum sempat aku menjelaskan maksudku, Dika tiba-tiba muncul di belakang.
“Ra, ayo makan!” Dika sudah menenteng sebungkus ayam cepat saji dan sup krim khasnya.
“Ahhhhh.. sup kriiim!” wajah Yura tiba-tiba menjinak. Tampaknya ia begitu menyukai sup krim.
“Sini aku suapin!” Dika melangkahiku begitu saja, seolah-olah aku tak tampak.
“Halo! Aku ada di sini!” ucapku.
“Oh ya Mas! Tadi emang kenapa aku nggak boleh tanding lagi besok?” tanya Yura. Dika langsung menatapku curiga.
“Timmu! Mereka …”
“Sudah! Nggak usah dipikirkan! Yura ayo makan dulu!” Dika memotongku. Entah kenapa ludahku seperti tertelan begitu saja.
“Emang.. nyem nyem~ Timku kenapa Dik? Nyem nyem~” tanya Yura penasaran sambil tetap mengunyah.
“Mereka…” aku hendak mulai menjelaskan lagi.
“Nanti kamu kuantar saja ya?” tanya Dika, lagi-lagi memotongku.
“Oke! Nyem nyem~” jawab Yura. Wajahnya masih jinak karena terlalu senang disuapi sup krim.
“Mas, ini ayam buat kamu aja! Mending kamu pulang sekarang, sudah malam. Rumahmu kan jauh. Yura nanti kuantar.” suruh Dika sambil mengambilkan sekantong ayam itu.
“Tapi Dik!” ucapku menolak.
“Tapi Dik! Itu kan ayamkuuu!” sahut Yura merengek.
“Nanti aku beliin lagi! Aku tahu maksudmu mas! Tapi jangan sekarang…” jawab Dika.