“Sip! Akhirnya aku dapet pembantu baru!” teriak Dika girang. Aku terkejut dengan reaksi Dika yang sepertinya tadi membela Yura, tapi tetap memanfaatkan keadaan itu. Sementara Yura kini terisak.
“Huhuhuhuhu! Jahat! Jahat! Huhuhu!” Yura menangis tersedu-sedu.
Dika kini menepuk kepala Yura.
“Aduh! Sakiiiitt!” teriak Yura. “Nanti kalau aku mimisan lagi gimanaa? Huhuhu…” lanjutnya.
“Kepalamu itu keras!” jawab Dika.
“Sesuai kesepakatan kamu harus menuruti permintaanku.” ujar Dika.
Yura menelan ludah. Ia menghentikan tangisannya sesaat. Lalu menangis lagi, “Hweeeeeeeengg! Huhuhuhuhu!”
“Mau nggak jadi pacarku?” tanyanya. Yura langsung melotot. Lalu tersedak. Aku juga ikut terkejut, tapi kuputuskan untuk mengambilkan air untuk Yura.
“Kukira kamu mau minta apa Dik.” ucap Yura setelah lega sehabis minum air segelas.
“Ada permintaan lain nggak?” lanjutnya.
Saat itu juga aku melihat wajah Dika yang gantian terkejut karena jawaban Yura.
“Jadi kamu nolak aku?” tanya Dika memperjelas situasi.
Yura mengangguk-angguk.
“Kamu itu cakep. Kaya. Aku suka. Tapi aku nggak mau pacaran sama kamu.” jawabnya.
Dika tampak sedih mendengarnya. “Kamu masih bisa mendapatkan yang jauh lebih baik dari aku. Aku masih ingin bersenang-senang dengan masa mudaku.” lanjutnya.
“Aku jauh lebih suka kita berteman. Aku takut kalau kita pacaran sekarang dan nggak berjalan sebagaimana mestinya, aku justru melihat banyak kekuranganmu dan malah kita benar-benar musuhan nantinya.” jelas Yura.
“Nggak selamanya friendzone itu buruk kan?” tanyanya sambil tersenyum manis.
“Lagipula, kita ini kayak Jupiter dan Saturnus.” aku terkejut mendengarkan Yura menyampaikan metafora itu.
“Memang bagaimana?” tanya Dika.
“Kita akan terus bersaing dengan segala kelebihan kita. Kita mungkin tak bersatu karena gravitasi. Tapi, kita bisa berdampingan terus selama-lamanya..” jelas Yura sambil tersenyum lagi.
Dika tampak tersenyum dan menerima penolakan itu. “Baiklah kalau itu maumu! Tapi, kamu belum menuhin permintaanku kalau gitu! Hahahahaha!” tawa Dika. Sementara Yura seolah langsung ingat dengan kekalahannya.
“Hweeeeeennggg! Ntar gimana pensi-nyaaa! Huhuhuhuuhuu!” Yura melanjutkan tangisannya.
“Tenang saja. Akan tetap kuganti 70%-nya.” Yura menghentikan tangisannya. Lalu tersenyum sumringah.
“Tapi kamu tetap jadi budakku! Hahahahaha!” lanjut Dika.
“Hweeeenggg!! Huhuhuhuhuhuhuuhuhuhuhuhuhu!” Yura menangis lagi karena ia masih harus menuruti perintah Dika karena kalah taruhan.
Begitulah kisah Jupiter dan Saturnus yang terus bersaing dan tak kunjung bersatu. Mungkin memang benar. Masa SMA adalah masa muda yang penuh kebahagiaan. Tak seharusnya dihabiskan untuk berpacaran, tapi terus menambah teman baik dan berkembang bersamanya.
Benar. Tak selamanya friendzone itu buruk.
Baca lagi kisah awalnya di sini: When Jupiter Meets Saturn
Baca juga: