“Menyumbang? Kamu kira aku bank berjalan apa?” balas Dika. Sepertinya aku tahu apa yang akan dikatakan Yura setelah ini. Dan aku takut ini akan terjadi.
“Memangnya kamu bisa apa selain jadi bank berjalan ha?!” bentak Yura.
Dika tampak geram dengan ucapan Yura barusan. Jelas sebagai teman yang baik aku melerai mereka.
“Sudah! Sudah! Yura, Dika memang salah. Tapi perkataanmu terlalu …”
“Bank berjalan katamu?” Dika memotong peleraianku. “Baik kalau begitu! Mari kita buat pertandingan!” tantang Dika. Tunggu dulu. Pertandingan apa ini?
“Mari kita buat pertandingan olahraga, antara timku, melawan tim-mu!” ucap Dika antusias.
“Kalau timku kalah, aku akan menutupi 70% kekurangan dana pensi kita. Dan kalau tim-mu kalah …” Dika menghentikan ucapannya sejenak, lalu tersenyum percaya diri.
“Kamu harus menuruti apapun permintaanku…” ucap Dika dengan amat-sangat-percaya diri. Seperti biasanya.
Beberapa yang lain berbisik, “Tunggu dulu, tim cewek lawan tim cowok? Jelas siapa dong pemenangnya?” Ada juga yang berbisik, “Wah menarik. Ratu yang tak pernah takluk akan ditaklukkan segera?” Yang lain berbisik, “Jangan mau kalah Yura!”
“Pertama! Nggak akan ada pertandingan ini! Kedua! Kita akan cari cara lain supaya pensi kita tetap berjalan.” ucapku melanjutkan upaya peleraian.
“DIAM DIMAS!” Yura dan Dika kompak. Hanya dalam hal ini lah mereka benar-benar kompak: mengutamakan gengsi mereka.
“Tak akan ada pertandingan? Kamu lupa aku siapa?” ujar Dika sombong sambil menatapku.
“Dan ini tampak menarik. Kita akan mendapatkan pendanaan cuma-cuma. Aku setuju!” ujar Yura tersenyum lalu menjabat tangan Dika. Kami semua melongo melihat kepicikan mereka berdua.
Pertandingan dilakukan selama 5 hari berturut-turut di akhir jam sekolah. Terdapat 5 cabang olahraga tim yang dipertandingkan kali ini: futsal, voli, estafet, basket, dan takraw. Kemenangan ditentukan dengan cara memperoleh cukup 3 skor saja maka salah satu pihak akan menang dan dua pertandingan sisanya akan diabaikan. Semua menjadi heboh dengan poster perekrutan tim atlet untuk Dika maupun Yura. Seandainya ini menjadi pertandingan antar individu, tentu akan cukup sengit. Keduanya memiliki kemampuan atlet yang setara.
Tibalah hari yang ditentukan. Dika tentu tak akan mau kalah demi mendapatkan ‘kesetiaan’ Yura kali ini. Ia telah memilih tim terbaiknya kali ini. Aku sempat direkrutnya, tapi aku menolaknya dan memilih menjadi penonton saja. Sementara Yura telah memilih tim yang terbaiknya juga. Kulihat Lita tergabung dalam tim Yura (dan sebenarnya sulit mencari orang yang tak pernah dikencani Dika dalam tim Yura selain Yura sendiri).