Ardi sempat tertahan saat menerima kalung dengan liontin biru itu. Sebuah liontin dengan bentuk tetesan air yang indah. Warnanya biru laut. Di dalamnya terdapat bayangan biru yang lebih gelap. Tampaknya Ardi tahu itu apa, dan mengapa itu akan cocok dengan Hana. Hana pasti menyukai bentuk di dalam liontin biru itu.
Baca juga:
Ardi tetap memutuskan membeli kalung dengan liontin biru itu. Mungkin hanya kebetulan pikirnya. Lagipula, warna biru memang paling sering diucapkan seseorang saat berusaha menebak warna bukan? Ardi yakin bahwa pria lusuh gila itu hanya asal ngomong. Ia tak mungkin tahu detailnya, jadi ia pasti hanya asal menebak.
Ardi baru saja keluar dari toko perhiasan sebelum akhirnya ia dikejutkan dengan sosok bayangan di seberang jalan. Lampu jalan memang belum menyala, tapi Ardi sudah menduga siapa yang ada di seberang jalan itu. Ardi segera melihat sekitar, bersiap-siap memanggil taksi yang barangkali lewat. Benar saja, baru saja ada taksi yang lewat dan berhenti, lampu penerangan jalan menyala. Ardi ingat betul, itu pria lusuh gila yang tadi berpapasan dengannya. Ardi kini merinding melihatnya.
“Ke mana pak?” tanya sopir taksi.
“Ke restoran Korea Jang Ji, pak! Kalau bisa agak cepat ya? Saya ada janji soalnya.” jelas Ardi. Ia yakin betul pria lusuh itu tak akan mengikutinya kalau ia menggunakan taksi. Lagipula Restoran Jang Ji cukup jauh dari sini. Kira-kira 30 menit perjalanan menggunakan mobil.
Ardi masih bertanya-tanya, siapa pria lusuh itu. Mengapa pria itu mengikutinya. Apakah ada seseorang yang berniat mencelakainya? Tapi siapakah Ardi sehingga ada seseorang yang menyewa pembunuh bayaran untuk menyerangnya. Ardi masih berusaha menggali pengalaman masa lalunya, apakah ada yang menyakiti saingan karirnya sampai akhirnya tanpa ia sadari ia sudah sampai di depan restoran Jang Ji.
“Sudah lama?” tanya Ardi menyapa Hana yang tengah menunggu di lobi.
“Nggak kok! Baru aja sampai.” jawabnya.
Ardi lalu memeluk pinggang Hana, membawanya masuk ke dalam restoran. Ketika mereka menunggu pesanan, Hana membaca air muka Ardi. Ardi tampak begitu gelisah. Sedari tadi ia seperti tak berada di tempat yang semestinya.
“Ardi. Kamu kenapa?” tanya Hana.
“Ah! Nggak apa-apa kok! Hanya saja.. ada banyak kejadian hari ini..” jawab Ardi.
“Ada masalah di kerjaanmu?” tanya Hana.
“Bukan apa-apa. Hanya masalah yang sepele kok!” Ardi kemudian tersentak kaget. Ia melupakan hal paling penting yang harusnya ia sampaikan pada Hana malam ini.
“Mumpung pesanannya belum datang, coba kamu pejamkan matamu terlebih dahulu!” pinta Ardi.
“Wah.. ada apa ini?” Hana keheranan.
“Sudah pejamkan saja matamu. Nanti ini nggak jadi kejutan spesial kalau kamu tahu dulu.” bujuk Ardi.
Hana memejamkan matanya, sementara Ardi berjalan ke belakang Hana sambil membuka kotak kalung yang ia beli tadi sore.
“Apa yang kamu lakukan? Hahaha…” tanya Hana tertawa geli ketika Ardi meletakkan tangan di depan wajah Hana hendak mengalungkan pemberiannya.
“Sudah. Jangan cerewet. Kamu baru boleh membuka mata kalau aku memerintahkannya.” jawab Ardi sambil tersenyum geli. Ardi agak kesullitan memasangkan kalung itu pada Hana. Beberapa kali rambut Hana yang panjang menuntupi pandangan Ardi sampai akhirnya Ardi berhasil memasangkan kalung dengan liontin biru itu.
“Sudah. Buka matamu.” dan ketika Hana membuka matanya, Ardi sudah duduk tersenyum manis di hadapannya. Hana kemudian meraba-raba sesuatu yang telah melekat di lehernya. Kemudian tangannya menelusur ke arah liontin biru itu bergantung. Tampak selaras dengan blouse biru laut yang dikenakan oleh Hana. Rambutnya yang panjang bergelombang menambah kesan cantik dari liontin itu.
“Ini?” Hana kemudian meraih liontinnya, berusaha mengamati detailnya.
Bersambung ke: Mengulang Kembali Masa Depan
Baca juga: