Pak Salim terus-menerus mengajak ngobrol Tian. Sampai akhirnya pak Mul yang sedang di tokonya melihat pak Salim.
“Kamu ngobrol sama siapa?” tanya pak Mul, seolah ia tak melihat seorang bocah digandeng oleh pak Salim.
“Ini lho, ada bocah main di kuburan!” jelas pak Salim. Pak Mul terkejut karena ia baru sadar ada Tian digandeng oleh Pak Salim.
Sekedar informasi, Pak Mul ini juga menjual es krim. Tian beberapa kali diajak Akung untuk membeli es krim di situ. Tapi lagi-lagi, sesuatu seperti menutup mata Pak Mul. Dia tidak mengenali Tian itu siapa.
Melihat wajah Tian yang kuyu, Pak Mul dengan baiknya bertanya, “Mau apa le? Mau makan?”
Tian menggeleng. “Mau minum?” tawar Pak Mul lagi.
“Mau! Tian hausss bangettt!” jawab Tian segera.
Pak Mul langsung membukakan sebuah botol air mineral dan ditenggaknya air dengan cepat oleh Tian.
“Ayo ikut aku cari rumahmu naik motor?” tawar pak Mul. Toko pak Mul ini hanya beberapa rumah jauhnya dari rumah Bapakku. Harusnya Tian tinggal tunjuk saja, “Itu rumah Akung di sana.” tapi anehnya, Tian mengangguk dan setuju ikut pak Mul.
“Rumahmu di mana, le?” tanya pak Mul pada Tian.
“Itu, naik ke sana, nanti belok kiri.” jawab Tian sambil menunjuk ke arah yang menjauh dari rumah. Pak Mul kemudian menaiki motornya bersama Tian dan pamit pada pak Salim.
Di tengah jalan pak Mul bertanya lagi, “Terus ke arah mana lagi, le?”
“Itu nanti kalau ada turunan belok kiri, nanti lurus terus.” kemudian Tian memandu pak Mul sampai di satu persimpangan.
“Ini rumah Tian di sini!” tunjuk Tian ke arah kanan, ke satu tempat yang membuat Pak Mul langsung merinding.
Tian menunjuk kuburan di mana dia ditemukan oleh pak Salim tadi.
“Sudah sampai! Rumah Tian di sini!” kata Tian pada pak Mul, segera turun dari motor.
Merasa ada yang tidak beres, Pak Mul memegang Tian. “Kamu tadi dari mana le?”
Tian tidak menjawab langsung. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri. Seolah ada yang memberitahunya untuk tidak menjawab.
Pak Mul merasa ngeri melihat perilaku Tian. Berteriaklah pak Mul, “KAMU DARI MANA?!”
Seolah tersadar dari lamunan panjang, Tian menjawab, “Dari Gereja.”
Pak Mul bingung mendengarnya. Bagaimana bisa bocah usia 5 tahun ditemukan di makam yang jaraknya 2 kilometer jauhnya dari gereja?! Seorang diri pula!
Sebagai catatan, jalan ke makam itu tidaklah mudah untuk seorang anak kecil. Ditambah harus menyeberang jalan yang ramai, jembatan di atas kali, dan menuruni sebuah jembatan besar. Itu jalan tercepat. Kalau mau lewat jalan yang aman pun harus melalui jalan berlika-liku yang tidak mudah untuk anak kecil. Sangat tidak masuk akal seorang anak kecil sendirian jalan dari gereja menuju makam ini. (Lihat ilustrasi peta).