‘Hutan Arlok’ adalah bagian dari cerita petualangan Awan. Kamu sudah masuk di episode kelima. Sebelumnya, Awan sempat mengalami kesulitan memilih transportasi. Akhirnya, Awan berhasil mendapatkan tumpangan murah. Sekarang bagaimana keadaannya? Buat kamu yang belum baca episode 4, klik di sini:
“Aku suka anak muda yang bersemangat ini. Berapa harganya?”
“35.000 Rubi!”
Awan hanya diam. Dirinya tak berdaya karena kelelahan dan diikat dengan tambang. Ia tak pernah menyangka, di zaman yang melampaui semua teknologi ini masih saja ada perdagangan manusia.
36 Jam lalu
“Kita akan berhenti di mana saja?” Tanya Awan kepada sopir Tingtang-kendaraan listrik roda enam butut itu.
“Karena ini tumpangan murah, jangan harap kita banyak berhenti. Justru kita sebisa mungkin menghindari jalan umum.”
“Jangan bilang kalau..” Awan curiga.
“Iya.. ini kendaraan listrik palsu. Sebenarnya kami masih menggunakan bensin. Memang untuk amannya, ketika kami mengangkut penumpang, kami menggunakan sumber listrik agar meyakinkan.”
Di negeri Nusa Tara, penggunaan bahan bakar dari sumber tak terbaharukan adalah pelanggaran berat. Pemerintah sangat ketat dengan upaya mereka menjaga planet Biru tetap lestari. Setidaknya setelah negeri Seribu Sungai dan negeri Espasca hancur karena keteledoran mereka menjaga lingkungan.
Tingtang kemudian membawa Awan dan 5 penumpang lain menjauh dari keramaian lalu lintas, yang tak lagi hanya di darat, tapi di langit. Mereka menuju ke tempat yang tidak mungkin dilalui oleh para pengendara langit: hutan Arlok.
“Bukannya hutan Arlok berbahaya?!” Tanya Awan khawatir.
“Tenang saja! Saya sudah biasa lewat sini.” Jelas sopir.
“Biasa lewat sini tak menjamin Arlok aman!” Bantah Awan.
Si sopir hanya diam. Sementara Awan khawatir akan apa yang bisa saja terjadi di hutan Arlok.
Hutan Arlok adalah hutan belantara yang ‘diciptakan’ pemerintah. Panjangnya mencapai 400 kilometer. Luasnya berapa hektar, jangan ditanyakan. Butuh 2 kota di sisi kiri dan 3 kota di sisi kanan untuk menjelaskannya. Hanya saja, untuk menciptakannya, pemerintah tak segan menghapus pemukiman yang telah ada sebelumnya.
Bagi pemerintah, jauh lebih baik hutan ini ada dan menyelamatkan manusia yang tersisa di planet Biru, dari pada memikirkan si penghuni itu sendiri. Maka mereka tak akan berpikir dua kali untuk ‘menghapus’ siapapun yang menghalangi proyek penghutanan ulang.
Tak sedikit korban tewas dalam proyek hutan Arlok. Pada akhirnya hutan Arlok tercipta di atas darah banyak manusia, baik dan jahat, salah maupun tak bersalah.
Yang lebih mengkhawatirkan.. pemerintah tak pernah menjamin keamanan di dalam hutan Arlok. Ibarat zona laut bebas, ini adalah zona bebas tanpa hukum yang bisa menjamin keselamatan. Satu-satunya pelanggaran berat di hutan Arlok adalah menebang pohon: satu pohon sama dengan satu nyawa.
Pemerintah benar-benar mendata pohon-pohon yang tumbuh dan memasang banyak jebakan. Jadi jika tahu ada yang ditebang, maka si penebang akan dengan cepat ditangkap dan digantung tepat di depan pohon yang ditebang. Mereka mengatakan: agar sisa pohon itu melihat pembalasan dendamnya.
Kalau pohon saja dilindungi dengan hukum ketat di hutan Arlok, mengapa manusia tidak?
“Aku masuk dalam proyek pengurangan populasi manusia secara sukarela.” Gumam Awan menyesal.
Bersambung ke:
Baca juga: