Pagi pun tiba. Namun tak kunjung kulihat suamiku. Aku mulai gelisah. Apa gerangan yang telah terjadi? Tiba-tiba saja dokter datang ke kamarku. Lalu bertanya, “Bu Kristi, apakah ibu ada kontak saudara terdekat yang lain?”
“Ada apa, pak?” tanyaku kebingungan.
“Saya butuh untuk melaporkan perkembangan ibu ke saudara terdekat ibu.” Jelas dokter.
“Lho, kan ada suami saya?” protesku.
“Maaf bu. Justru itulah masalahnya. Suami ibu, sedang kritis karena tertabrak mobil saat hendak menyeberang semalam.”
Suaraku tertahan. Aku tak tahu harus bereaksi apa. Tapi apa yang lebih membuatku penasaran adalah laporan yang dibawa dokter.
“Berikan saja laporan itu kepada saya!” paksaku.
“Maaf bu, tapi sebaiknya i-..”
“BERIKAN SEKARANG!”
Dokter itu memberikan laporannya. Tampak bahwa rupanya kanker otakku sudah tak tertolong lagi. Apa-apaan ini?!
Yang tak kusadari adalah sosok tanpa wajah itu rupanya sudah berada di sudut kamarku dengan wajah yang tersenyum lebar. Wajah itu aku tahu benar. Itu adalah wajah suamiku. Ia tampak tersenyum dengan senang melihat reaksi terkejutku. Tak lama kemudian wajahnya berganti menjadi wajah Weni. Tersenyum lagi dengan wajah yang lebih puas seolah dendamnya terbalaskan. Lalu ia kembali menjadi tanpa wajah.
Aku berteriak sejadi-jadinya. Semua sumpah serapah keluar dari mulutku.
Hingga akhirnya semua menjadi gelap.
Aku tak pernah bangun lagi sejak saat itu …
Kamu suka menulis? Pingin tulisanmu dibaca banyak orang dan mendapat banyak masukan dari kami agar makin berkualitas? Kamu bisa daftar jadi anggota BacaSajalah dengan klik link ini! Jangan lupa cek inbox/ spam box kamu dalam waktu 5 menit setelah kamu melakukan pendaftaran!
Baca juga: