Entah berapa lama, suamiku tak kunjung kembali.
“Papa kok belum balik ya, Wen?” tak ada jawaban. Setelah beberapa saat aku baru sadar kalau hari sudah malam. Kamarku gelap gulita. Aku berusaha memiringkan posisi tubuhku agar lebih nyaman. Ketika itu aku terkejut bukan main, aku melihat wajah ibuku tepat di hadapanku.
Aku tak dapat berkata-kata. Pun tak dapat menggerakkan tubuhku. Aku tahu itu ibuku, namun aku merasa begitu ketakutan. Benarkah sosok yang di hadapanku ini adalah ibuku?
Kini ia melayang menjauhi wajahku. Kemudian bergerak menuju sesosok yang tengah duduk di sebelahku. Rupanya itu suamiku. Kemudian ia beralih lagi ke sosok yang tengah berbaring di sofa. Itu Weni. Ia melayang cukup lama di hadapan Weni. Mengamati wajahnya. Detik-detik berjalan begitu lambat. Seolah tiap detikan seperti satu jam. Aku ingin memejamkan mataku, namun tak dapat.
Semua menjadi semakin menyeramkan ketika sosok ibuku selesai mengamati wajah Weni. Kemudian ia melayang di atasku. Wajahnya kini berubah-ubah menjadi banyak sosok. Mulai dari yang tercantik hingga yang paling buruk rupa. Hingga akhirnya wajahnya menjadi rata.
Hening. Ia bergeming. Aku tak berkutik.
Dengan cepat ia menerjangku. Aku ingin berteriak sejadi-jadinya. Namun tak ada suara yang keluar satu pun. Aku hanya gelagapan seolah-olah tenggelam di danau yang gelap dan dalam. Hingga akhirnya..
Aku tersadar.
HAH! HAH! HAH!
“PA! PAPA!” Aku merasa begitu lega ketika aku bisa berteriak.
“Papa di sini Ma!” ujar suamiku yang juga terkejut karena aku berteriak. Ini semua pasti mimpi. Suasana tidak segelap tadi. Rumah sakit masih terang benderang. Siang masih menguasai waktu.
“Papa kok lama?” protesku langsung. “Mama mimpi bu-…” tiba-tiba aku tak ingin menyelesaikan kalimatku ketika aku melihat sosok tanpa wajah itu rupanya mengintip dari balik kaca pintu.
Tangisanku pecah. Aku begitu ketakutan.
“PAPA! TOLONG MAMA, PA! HUHUHUHUHU!” Aku panik. Berontak. Berusaha lari dari tempat tidur.
“Mama kenapa? Ma? Eling Ma?” ucap suamiku berusaha menenangkanku. Sementara itu dokter sudah datang dan perawat memegangiku. Dokter kemudian menyuntikkan suatu cairan ke pinggangku. Entah itu apa, namun aku merasa lemas setelahnya.
Samar-samar kudengar, “Istri saya kenapa, Pak?” dan kemudian kudengar jawaban, “Beberapa pasien kanker otak terkadang mengalami halusinasi berat, Pak.”
“Istri saya separah itu? Nggak mungkin kan, Pak?” protes suamiku.
Aku terkena kanker? Iya Pa. Ini semua nggak mungkin.
Pa..? Sayang..? Ini semua bohong kan?
…