“Saya ingin menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada cucu Bapak di malam cucu Bapak hilang.” lanjut pak Mul.
“Saya sebenarnya bohong…”
Jumat, 1 Maret 2024, kira-kira jam 20.00
Malam itu Pak Salim baru saja pulang dari menukang. Tibalah Pak Salim berhenti di persimpangan: jalan ke kiri menuju rumah, sementara jalan ke kanan menuju kuburan. Pak Salim menatap sesuatu di pintu masuk kuburan. Ia melihat seorang anak kecil sedang kebingungan di depan keranda jenazah. Anak kecil itu adalah Tian.
Seperti yang dikenalkan sebelumnya. Pak Salim adalah saudara Bapakku. Tapi malam itu, entah kenapa mata Pak Salim seolah tertutupi sesuatu. Ia tidak mengenali Tian. Yang ia tahu hanyalah, ada anak kecil, wajahnya tidak asing, malam-malam, sedang celingukan di depan keranda mayat. Ini adalah hal janggal.
Pak Salim memberanikan diri untuk mendekati Tian. Di situ Tian masih menoleh ke kiri dan ke kanan. Mencari-cari sesuatu.
“Le, namamu siapa? Rumahmu di mana?” tanya Pak Salim. Tapi Tian tidak menjawab. Masih sibuk menengok ke sana ke mari.
Melihat tidak ada reaksi, sementara jalanan sepi, pak Salim mengajak Tian pergi, “Ayo ikut aku. Kita cari rumahmu.” tawar pak Salim.
“Nggak mau.” jawab Tian. Karena Tian juga entah mengapa tidak mengenal pak Salim, padahal sudah beberapa kali Tian bertemu pak Salim.
“Lho kenapa? Ayo cari rumahmu.” ajak pak Salim lagi. Tian ketakutan.
Setelah beberapa kali bujukan, akhirnya pak Salim berhasil menggandeng Tian menuju ke arah rumahnya. Rumah pak Salim hanya di ujung halaman rumah Bapak-Ibuku. Anehnya, Tian tidak segera berkata, “Itu rumah Akung!” ataupun “Ini sudah sampai!”.