Jumat, 1 Maret 2024, kira-kira jam 18.00
“Akung, Tian buang sampah sebentar di luar ya?” bisik Tian pada Akungnya. Kemudian Tian berjalan keluar gereja.
Setelah Tian membuang sampah, Tian melihat seorang anak kecil melambaikan tangannya pada Tian dari halaman belakang Gereja. Tian menghampiri anak itu.
“Kamu siapa?” tanya Tian.
“Namaku Tian.” jawab anak itu.
“Kok sama namanya?” jawab Tian.
Catatan: karena ‘Tian’ di sini adalah nama samaran, sebenarnya nama asli keponakanku itu sangat jarang dipakai. Di lingkungan gereja, yang punya nama ‘Tian’ ini hanya keponakanku. Jelas, kalau ada anak yang namanya sama dan tiba-tiba muncul di gereja ini cukup janggal.
“Ayo ikut aku main?” ajak anak itu.
“Nggak mau.” tolak Tian hendak kembali ke dalam gereja. Tapi tangannya ditahan oleh anak itu.
“AYO IKUT AKU MAIN!” anak itu menarik Tian dengan kencang. Tian berusaha melawan dan ingin berlari ke dalam. Tapi ia tidak bisa.
“AKUNGGG! UTIIIIII! AKUNGGG! UTIIIIII!” teriak Tian sekencang-kencangnya. Tapi tidak ada yang mendengar. Seolah-olah gereja kosong.
Tian tahu-tahu terseret hingga ke pinggir kali. Di pinggir kali anak itu mendorong Tian dengan kuat. “AYO BERENANG!” ujar anak itu. Tian berusaha menghindar sekuat tenaga dari dorongan anak itu.
Entah bagaimana pergumulan yang terjadi antara Tian dengan iblis berwujud anak itu. Memori Tian menjadi berkabut. Tahu-tahu ia sudah ada di depan hadapan pak Mul.
—
“Terus ada tukang galon yang baikk banget! Tian haus terus minum sampai habis.” jelas Tian.
Bunda mendengarkan cerita Tian sampai terperangah. Bunda tidak bercerita apapun yang ia dengar dari si Ayah. Tapi Tian menceritakan semuanya begitu detail.