Setidak-tidaknya itu yang pria itu pahami sejauh ia melatih anaknya agar bisa hidup mandiri. Tapi pria itu hanyalah manusia biasa yang bisa kehilangan kesabaran. Ketika sampai di titik terendahnya, ketika benar-benar putus asa melihat kondisi anaknya yang tak berempati sama sekali, ia lantas dengan begitu kesal mengatakan, “Sudah nak! Kalau bapak besok mati, buang mayat bapak ke selokan! Selesai sudah semua perkara!” Begitu terus setiiap kali ia jengkel.
Suatu ketika pria itu tak terbangun lagi di kamarnya. Kelelahan akibat bekerja terlalu keras. Tak sebanding dengan usianya yang bertambah tua.
Tak ada seorang pun peduli. Tak pernah ada seorang pun membuka kamarnya untuk sekedar membangunkannya tiap pagi, mengajaknya sarapan bersama.
Begitupun anaknya. Di hari ketiga, si anak menyadari apa itu kematian. Ia membersihkan jenazah bapaknya sambil menangis. Mendaninya sehingga sang bapak tampak lebih tampan. Kemudian pada tengah malam, sang anak menggendong jenazah bapaknya. Berjalan menuju tepi selokan. Teringat akan perintah bapaknya, “Buang mayat bapak ke selokan!”
BYUR!
Si anak pulang, merasa berbakti pada bapaknya.
Baca juga: