Pria itu Bernama Gamuruh

Aku menurut begitu saja. Yang terjadi selanjutnya adalah, Iyem mengoleskan minyak hangat ke punggungku, sementara pak kepala desa masih mengawasiku yang tengah dipijat ini. Tangan Iyem begitu lihai memijatku. Buktinya, aku meringis kesakitan ketika jari-jarinya menyentuh otot-otot yang menurutku ini sudah sangat keras. Di tengah-tengah ekspresiku yang meringis kesakitan akibat pijatan Iyem itu, aku mencium aroma harum mewangi yang tiba-tiba memenuhi ruangan. Kudengar langkah kecil memasuki ruangan. Samar-samar kulihat, tidak, amat jelas kulihat wajah cantik Kinasih. Aduh! Betapa malunya aku disaksikan Kinasih tengah meringis kesakitan-geli saat ini.

Sebelumnya dalam Sang Pria yang Terlahir dari Guntur

Kinasih kini berpakaian lebih rapi. Jariknya jauh lebih panjang. Kebayanya berwarna merah muda, atau entah apa itu, warna kuning lampu menyamarkannya. Rambutnya tak digulung, melainkan diurai begitu saja. Ia menatapku begitu dalam, kemudian kulihat ekspresinya berubah menjadi agak geli karena melihat wajahku yang aneh.

“Hahaha.. tak kusangka kamu justru takluk oleh Iyem, mengingat kamu tadi menang telak melawan lima orang perampok seorang diri!” ucap Kinasih.

Kini pijatan Iyem terhenti. Seolah-olah jarinya tertatap sesuatu. Pak kepala desa melotot. Menatap Kinasih lalu menatapku tak percaya.

“LIMA ORANG??!” teriak pak kepala desa.

“Kinasih, kamu tidak boleh sembarangan ke hutan seorang diri lagi! Bayangkan saja, seandainya tidak ada pria ini tadi, dan lagi, seandainya pria ini tak dapat menyelamatkanmu, kamu harus mengerti betapa dirimu begitu beruntung hari ini! Kamu behutang lima nyawa pada.. hmm.. maaf, nak siapa namamu?” tanya pak kepala desa kebingungan.

“Gamuruh, Yah.” jawab Kinasih.

Gamuruh? Rasanya tidak asing. Hei! Aku bahkan tak tahu siapa namaku! Seenaknya saja dia menamaiku. Tapi kedipan mata Kinasih padaku membuatku ‘iya’ begitu saja.

“Hmm.. Nak Gamuruh.. Namamu sama kuatnya seperti dirimu. Terima kasih banyak sudah menyelamatkan anak gadisku satu-satunya.” ujar pak kepala desa tersenyum.

 

Baca juga:

Ketinggalan dengan awal mulanya mini-novel ini? Mulai dari sini: Don’t Forget to Remember Me – Part 1

 

“Jadi aku harus memanggilmu apa?” tanyaku pada Kinasih. Kami kini duduk berdua menatap indahnya bulan dan bintang di dipan bambu di depan rumah.

“Ya, Kinasih. Mau apa lagi?” tanyanya.

“Terlalu panjang.” kataku.

“Mmmmm..“ Kinasih mengernyitkan dahinya, meletakkan jemari di bawah dagunya, tampak berpikir keras. Sepertinya ia sudah terbiasa selalu dipanggil dengan nama itu.

“Kenapa berpikir terlalu keras? Kupanggil Kin-kin saja. Ingat! Hanya aku yang memanggilmu demikian!” ucapku sambil tersenyum nakal.

“Jangan seenaknya memberi julukan dong?” protes Kin-kin.

“Kamu juga seenaknya memberiku nama Gamuruh.” jawabku santai.

“Kamu benar-benar tidak sadar?” tanya Kin-kin.

“Hm?” aku menaikkan sebelah alisku. Bingung dengan apa yang ia katakan.

“Tanganmu. Mengeluarkan gemuruh ketika hendak meluncurkan serangan terakhir. Setelah itu, CTAR! Suara seperti kilat menyambar orang itu!” jelas Kin-kin dengan ekspresi tubuh dan wajah yang amat lucu.

Aku hanya terdiam. Aku bingung. Aku tak paham dengan semua yang terjadi padaku. Tapi sementara ini, hanya satu yang aku pahami …

“Kenapa kamu tersenyum sendiri?” tanya Kin-kin, masih dengan ekspresi polosnya.

Ketika semua terasa begitu lambat. Bumi seolah berhenti berputar. Suara jangkrik dan kodok tampak begitu indah memanis bersahut-sahutan. Kunang-kunang yang terbang tampak begitu indah, terbang begitu perlahan menghiasi malam indah. Setiap detail indah parasnya tampak sekalipun dalam remang cahaya. Lembut halus rambut hitam panjangnya, lentik bulu matanya, indah bola matanya, mungil hidungnya, manis bibirnya. Semua tampak sempurna seolah aku tinggal dalam keabadian yang membahagiakan.

 

Di saat itu aku begitu yakin …

… Aku jatuh cinta pada Kin-kin.

 

On my wall lies a photograph of you girl

Though I try to forget you somehow

You’re the mirror of my soul so take me out of my hole

Let me try to go on living right now

 

Bersambung ke

Baca juga:

Latest articles

Related articles

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!