Ketika ia berbisik padaku, anehnya sekilas aku merasa ngeri. Tapi perasaan itu dalam sekejap menghilang juga, seiring menjauhnya ia dari ruanganku.
Tiga bulan berlalu, seperti prediksinya, pembangunan hotel sudah bisa dimulai. Dia memang profesional. Hanya saja, aku tetap merasa was-was dengan ‘peringatan’ yang ia sampaikan.
Mengapa aku harus menurutinya, sementara aku sendiri masih yakin dengan imanku.
“Bukan untuk itu.” Ujarnya tiba-tiba, sementara aku mengawasi para pekerja yang sedang membangun hotelku.
“Maksud Anda?” tanyaku keheranan. Tak ada angin, tak ada hujan. Tiba-tiba saja ia berucap demikian.
“Saya tahu apa yang sedang anda pikirkan. Tapi saran saya bukanlah untuk ‘itu’.” Ucapnya menegaskan sambil tersenyum.
“Yang jelas. Kamar di lantai 3 nomor 9 semestinya segera anda siapkan.” Jawabnya sambil berlalu, setelah menyelipkan beberapa map hasil evaluasi perizinan ke dalam lenganku.