“Jelaskan maksud anda. Apakah anda hendak menakut-nakuti saya agar saya membayar lebih atau bagaimana?” aku menolak untuk duduk. Bersikeras berdiri, menantang, dan menanti jawaban pasti darinya.
“Maaf pak?” kini ia tampak tersinggung. “Saya adalah seorang konsultan profesional. Tugas saya adalah menyampaikan apa yang terbaik bagi hotel anda. Saya juga sudah menyampaikan segala bentuk kejelasan dana, dan tak akan memungut apapun. Tapi dalam perjanjian, tak pernah disebutkan bahwa saya harus menjelaskan setiap detail alasan mengapa anda harus begini-begitu. Yang jelas, saya sudah menyampaikan apa yang sudah semestinya anda lakukan. Bagi saya, anda mau melaksakannya atau tidak, itu sudah bukan urusan saya.” Jelasnya dengan tenang, tapi terdengar begitu menekan.
Baca juga:
“Dan lagi.. saya selalu mencatat dan meminta konfirmasi dari anda pada setiap keputusan.” Ucapnya menutup sambil menepuk-nepuk map arsip yang ada di mejanya. Map itu bertuliskan nama hotel yang sedang kubangun saat ini, begitu pula namaku.
Aku tak dapat berkata apa-apa. Cerdas betul konsultan ini. Apa yang keluar dari mulutnya tak dapat kubantah sama sekali. Masih dengan diam aku hanya menatap tajam mata si konsultan, lalu aku berbalik dan keluar dari ruangannya.
Kira-kira satu tahun berlalu. Hotel dengan 20 lantai ini hampir selesai. Yang jelas bukan 20 lantai secara bulat. Kenaifanku nampak di kala aku meniadakan lantai 13, namun menolak untuk menyediakan satu kamar kosong di lantai 3. Tapi kali ini, aku tak lagi begitu was-was dengan saran konsultan gila itu.