Aku mulai was-was, apakah ada orang lain di sini? Kulihat sekelilingku. Tidak ada siapapun.
Kulihat lagi sudut-sudut halaman. Siapa tahu ada orang yang berniat tidak baik kepada kami.
Aman. Tidak ada seorang pun.
Kukaitkan lagi gerendel gerbang coklat. Kupastikan lagi kalau gerendel ini tidak akan terbuka.
Baru saja aku berbalik dan kembali duduk di teras. Kulihat lagi gerbang itu.
Astaga!
Tidak hanya gerendelnya. Gerbang itu kini sudah terbuka setengah.
Aku berlari ke gerbang itu, sekalipun hatiku mengatakan agar jangan kembali ke gerbang itu.
Kupastikan lagi kalau tidak ada orang.
Benar-benar tidak ada orang.
Sekarang tepat jam 17.55. Tinggal beberapa saat sebelum maghrib. Entah mengapa perasaanku sangat tidak enak. Kututup lagi gerbang rumahku. Lalu kugerendel lagi dengan baik. Aku melangkah mundur perlahan-lahan. Mengawasi gerbang itu. Pelan-pelan sampai aku tiba di depan pintu rumah.
Kali ini aman. Tapi, ketika aku menoleh ke ruang tamu. Aku terkejut bukan main. Rumah yang tadinya sudah aku bersihkan. Sangat yakin sudah aku bersihkan. Sekarang kembali kotor. Bahkan lebih kotor dari sebelum kami datang tadi. Tiba-tiba banyak serangga kecil di lantai, debu, dan dedaunan kering. Seolah-olah rumah ini tidak pernah dibersihkan.
Kuambil lagi sapu. Suamiku tampaknya masih sibuk memberishkan kamar-kamar. Kusapu lagi rumah ini. Sampai akhirnya, aku berhenti di tengah persimpangan antara ruang tamu, ruang tengah, dan dapur. Entah mengapa tiba-tiba aku terpaku di situ.