Baru saja kubuka pintu yang berhadapan langsung dengan televisi, kulihat bolpoin yang sedari tadi berisik tengah melayang-layang di depan televisi. Beberapa alat kantor lainnya tampak dengan asyik menabrak-nabrakkan dirinya dengan meja televisi. Itu yang sedari tadi berisik. Dan itu bukan adikku.
Belum selesai aku berpikir jernih dengan semua yang kulihat, semua alat tulis kantor itu terjatuh dengan tiba-tiba. Kulihat sekeliling. Sekalipun cukup gelap, aku sangat yakin semua pintu kamar tertutup rapat. Ini artinya, aku tidak memiliki bantuan sama sekali.
Aku bergegas untuk menyalakan lampu ruang tengah dan melenyapkan semua ketegangan ini. Tapi tiba-tiba, ada sesuatu yang hangat menahan tanganku tepat saat aku menyentuh saklarnya. Sebuah tangan yang besar dan berbulu lebat. Warnanya begitu hitam dengan kuku-kuku tajam di ujung-ujung jarinya.
Baca juga: