Cinta, Label, dan Pembebasan: Kisah Dibalik ‘SLUT!’ oleh Taylor Swift

Bait Sang Jiwa: Slut! oleh Taylor Swift

But if I’m all dressed up
They might as well be lookin’ at us
And if they call me a slut
You know it might be worth it for once
And if I’m gonna be drunk
I might as well be drunk in love

Bagian ini menandai sebuah momen penting dalam lagu, di mana narasi berpindah dari refleksi pribadi menjadi sebuah pernyataan pemberontakan dan penerimaan diri. Taylor Swift, dengan kata-kata ini, menyatakan sebuah posisi yang menolak untuk dikurung oleh penilaian dan ekspektasi masyarakat.

“But if I’m all dressed up, They might as well be lookin’ at us” mengungkapkan gagasan bahwa kehadiran dan penampilan seseorang—terutama perempuan—sering kali menjadi pusat perhatian dan penilaian. Swift mengungkapkan bahwa jika ia akan menjadi pusat perhatian, ia ingin itu terjadi pada kondisi dan istilahnya sendiri. Ini adalah penerimaan dari realitas bahwa penampilan seseorang sering kali diperdebatkan dan dianalisis, namun Swift memilih untuk memiliki kekuatan atas narasi tersebut.

“And if they call me a slut, You know it might be worth it for once” merupakan baris yang paling provokatif dan kuat, di mana Swift secara terbuka menantang stigma dan label negatif yang sering dilekatkan pada perempuan karena ekspresi seksualitas atau perilaku mereka. Dengan menggunakan kata “slut,” Swift membalikkan konotasi negatifnya, menunjukkan bahwa terkadang, menantang norma sosial dan hidup sesuai dengan keinginan sendiri bisa memberikan rasa pembebasan dan kepuasan.

But if I'm all dressed up
But if I’m all dressed up

“And if I’m gonna be drunk, I might as well be drunk in love” menambahkan lapisan lain pada tema pemberontakan dan cinta yang berani. Swift menyatakan bahwa jika ia akan menyerah pada kenikmatan dan kehilangan kontrol, maka ia lebih memilih untuk melakukannya dalam konteks cinta—sebuah pengalaman yang memabukkan dan menggembirakan, namun juga penuh dengan kedalaman emosi dan koneksi yang nyata.

Melalui lirik ini, Swift mengajak pendengarnya untuk merenungkan pentingnya hidup dengan autentisitas dan keberanian, bahkan di hadapan penilaian. Ini bukan hanya tentang menolak label, tapi juga tentang menemukan kekuatan dalam cinta dan hubungan yang kita pilih—menjadi “mabuk dalam cinta” sebagai simbol dari penyerahan diri yang tulus kepada pengalaman hidup yang penuh warna dan mendalam.

Aresta Nia
Aresta Nia
Penulis. Story teller. Suka musik dan puisi. Aktif menulis sejak 2015.

Latest articles

Related articles

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!