“Sekarang ingat, si bungsu? Siapa namanya?” aku lupa-lupa ingat.
“Budi?” sambung suamiku.
“Iya! Budi!” balasku.
Si bungsu, Budi, terlahir dengan kulit yang aneh. Kulitnya penuh dengan bentol-bentol dan berwarna kehijauan. Sampai saat ini Budi sering sekali terkena penyakit kulit.
Penyebabnya? Karena Pak Dodi berburu kodok saat Bu Dodi sedang hamil Budi. Lalu kodok itu dikuliti dan kemudian dijual ke pengepul. Sebagian lagi dimasak bersama kawan-kawannya.
“Halah dek! Zaman gini percaya begituan!” ujar suamiku lalu menarik selimutnya. Aku cemberut melihatnya seperti itu.
“Ya bukan gitu.. Kok kayaknya seru aja gitu kalau diceritain ke kamu.” jelasku sambil menyolek-nyolek punggungnya. Suamiku langsung berbalik dan memelukku.
“Ya intinya jangan menyakiti mahluk hidup lain.” ucap suamiku sambil mengelus-elus perutku.
Keesokan sorenya, suamiku pulang dari memancing bersama teman-temannya. Ia membawakanku sekeranjang ikan nila.
“Banyak banget Mas!” ujarku kegirangan. Aku memang ngidam ikan hari itu.
“Iya, aku inget kamu lagi pingin ikan kan?” ujar suamiku.
“Sini! Sini! Aku bersihin!” ucapku sambil mengambil ikan yang sedang dipindah ke samping wastafel oleh suamiku.
Entah kenapa, saat itu aku tergoda untuk mencoba tutorial yang baru saja aku lihat di YouTube.
“Mas, ambilin sumpit dong?” pintaku pada suamiku.
“Buat apa?” ujar suamiku sambil mengoper sumpit ke tanganku.
“Ini lho lihat aja…” ucapku sambil mulai membuka hasil bedahan perut ikan. Lalu memasukkan sumpit. Memilin-milin organ dalam ikan. Kemudian menariknya.