“Ah masa?! Perasaanmu aja kali!” ujarku. Sebenarnya aku juga langsung takut. Tapi karena aku tak pernah ‘diganggu’ di sini, jadi aku merasa bahwa di sini tidak ada penunggunya.
“Aku nggak mau tahu. Pokoknya malam ini Cici nemenin aku bobok!” lhahh.. malah Uyak sendiri yang ketakutan sekarang. Tapi, berhubung mama dan mbah belum pulang, ditambah, dari tadi aku sendirian di sini dan bisa melihat lorong langsung, akhirnya aku memutuskan untuk tidur sama Uyak.
“Ya udah, kita tidur sekarang aja yuk!” ajakku langsung menarik Uyak ke kamarnya. Aku jauh lebih ketakutan daripada Uyak. Tapi karena bakat tidurku jauh lebih besar daripada rasa takutku, maka malam itu aku tertidur dengan mudah bersama Uyak.
Sementara itu, mama yang biasanya tidur bersamaku, baru saja pulang dari rewang. Mamaku tahu aku sedang bersama Uyak di kamar, tapi tak tahu kalau aku tidak akan tidur bersama mama malam ini. Jadi mamaku menunggu.
Jam 10, mamaku masih terjaga, menungguku kembali ke kamar.
Jam 12, mamaku tejaga dari tidurnya, memeriksaku apakah aku ada di kamar. Tapi aku tak di situ.
Jam 3 pagi, mamaku terjaga lagi, lalu karena melihat di sebelahnya tak ada aku kemudian berjalan keluar ke lorong yang menuju kamar Uyak. Kemudian mamaku melihat seorang perempuan berdaster putih yang berjalan menjauh dari kamar Uyak (dan tentu saja aku di kamar Uyak itu). Kemudian mama kembali tidur tanpa curiga apapun.
Baca juga:
Pagi harinya, mama menyiapkan sarapan. Aromanya yang nikmat langsung membangunkanku. Mamaku yang tadinya sibuk dengan masakannya, ketika melihatku bangun langsung bertanya,
“Iyak semalam tidur sama Uyak?” Mama bertanya sambil mengaduk-aduk masakannya.
“He em ma.. emang kenapa?” tanyaku.