Waktu aku masih SD dulu, teman-teman seangkatanku pernah dihebohkan dengan legenda Suster Gepeng. Beberapa orang juga menyebutnya dengan legenda Mr. “X”. Tapi, di daerahku, mereka lebih heboh dengan suster gepeng ini. Teman-temanku mengatakan bahwa sesosok suster yang badannya sudah gepeng akan menghantui kamu jika kamu menghubungi nomor 666-666. Tentu saja dengan kode daerah di awalnya agar dapat tersambung. Mereka mengatakan, kalau suster gepeng adalah suster yang kabur dari pemerkosa ke sebuah gedung tua. Saking paniknya, ia lari dan terjatuh ke tempat lift. Ia berusaha menarik tali lift untuk berpegangan. Sayangnya, tali lift yang ditarik itu juga membuat lift di atasnya ikut turun dan menimpa suster itu. Jadilah, cerita mengerikan itu disebarluaskan.
Lalu bagaimana dengan teleponnya? Konon katanya, suster tersebut sebenarnya masih berupaya minta tolong lewat telepon. Setiap orang yang menelepon nomor itu, akan digentayangi dan dimintai tolong sampai arwahnya menemukan pelaku pemerkosanya.
Hingga akhirnya, cerita ini diobrolkan seusai jam sekolah di halaman sekolah. Beberapa temanku, sebut saja Budi, Lidia, Vero, Melia, Rico, terlibat perbincangan yang tampaknya serius. Meskipun, saat itu kami masih kelas 3 SD. Aku yang baru saja piket penasaran dan menghampiri mereka.
“Gimana?? Berani nggaaaakk??” tanya Lidia menantang Budi dan Rico. Lidia memang terkenal tukang gosip di kelas. Belum lagi, ditambah Vero yang mendramatisir semua ceritanya seolah-olah nyata terjadi.
“Hmmm.. Emang kalau aku berani, mau kamu kasih berapa?” tanya Budi menantang balik.
“Tak traktir bakso seminggu!” jawab Lidia mantap. “Kalian semua di sini kalau berani bakal aku traktir juga!” sontak Vero menganga lalu menendang kaki Lidia.
“Lid.. Emang punya duit dari mana?” tanya Vero kesal.
“Ya urunan lah! Kan kita yang nantangin.” Jawab Lidia mendesak.
“Oke. Deal!” kata Rico tiba-tiba. Kali ini tidak hanya Vero yang terkejut, tetapi Budi juga.
“Tunggu dulu! Kalau kalian berani gitu berarti kita harus berangkat bareng. Biar ada saksinya.” Jawab Vero.
“O-o-ke.. “ jawab Budi gugup. Sesaat dia tampak ragu, namun juga lega. Mungkin karena akhirnyna mereka sepakat untuk ke wartel ramai-ramai. Bersama-sama lebih baik sepertinya. Melia? Sama seperti aku, Melia hanya diam dari tadi mengamati mereka.
Setelah itu, mereka sepakat untuk berangkat ke wartel setempat. Mereka mengajakku. Namun aku menolak dan memilih duduk sendirian di halaman sekolah. Mereka pergi bergerombol, dengan Melia berjalan di paling belakang.
10 menit berlalu. Mungkin mereka baru sampai wartel.
20 menit. Hmmm.. lama juga..
30 menit. Apakah mereka akhirnya ngobrol asyik dengan suster gepeng?