Pertama, nilai “nrima” — yang selengkapnya adalah “nrima ing pandum, pandam lan pandoming dumadi”, yang maknanya sebagai suatu sikap untuk menerima segala apa yang menimpa kita tanpa protes atau pemberontakan. Namun, bukan berarti membiarkan diri larut pada kenyataan yang ada. Justru sebaliknya, kita harus mengambil hikmahnya. Sikap seperti ini penting dimiliki para manajer, karena dapat membuat tidak patah semangat menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat seiring globalisasi.
Selain itu, sikap nrima mengajarkan kita belajar dari kesalahan¬kesalahan masa lalu, agar tidak terulang kembali di masa mendatang. Juga dapat dinilai menunjukkan sikap penuh kehati-hatian — prudential, yang wujudnya bisa menumbuhkan sikap hemat dalam pembiayaan dan cermat dalam perencanaan dan pelaksanaan, sebagaimana ungkapan leng kapnya: “gemi nastiti, ngati-ati”.
Kesediaan belajar ini sangat penting bagi peningkatan kreativitas, kewirausahaan dan kemandirian para manajer, tiga hal yang menentukan seberapa jauh perusahaan memiliki keunggulan daya saing (competitive advantages). Jadi sesungguhnya nrima paralel dengan salah satu paradigma baru manajemen organizational leaming. Nrima juga mendasari paradigma manajemen yang lain, yaitu continuous improvement atau kaizen, atau populer dengan inovasi tiada henti, yang telah sukses diterapkan perusahaan-perusahaanJepang dan AmerikaSerikat.
Nilai yang kedua: “sepi ing pamrih, rame ing gawe” Nilai ini menyiratkan suatu tuntutan agar kita lebih mementingkan kewajiban¬kewajiban ketim bang kepentingan pribadi. Atau, kita dituntut menguasai nafsu-nafsu pribadi agar tidak dikendalikan egoisme atau arogansi seorang manajer sebagai pimpinan. Dalam perusahaan, manajer yang “sepi ing pamrih, rame ing gawe”, memiliki komitmen kuat terhadap perusahaan. Komitmen tersebut, ia tunjukkan dengan kerelaannya berkorban demi kepentingan perusahaan, kesediaannya memberikan perhatian besar bagi pengembangan usaha, dan kemauan kuat menjaga keutu han perusahaan.
Secara operasional, komitmen yang kuat diwujudkan dalam bentuk pemberian pelayanan yang sebaik mungkin kepada para pelanggan, sehingga pelanggan memperoleh kepuasan dan menjadi setia. Banyaknya pelanggan• setia merupakan indikasi yang kuat dari efektivitas manajemen. Dengan demikian, terdapat kaitan yang positif antara dia nutnya nilai “sepi ing pamrih, rame ing gawe”oleh para manajer dengan efektivitas manajemen perusahaan.
Menilik hasil riset SWA-MARS (Marketing Research Specialists), tampak bahwa para manajer Indonesia masih belum menganut nilai “sepi ing pamrih, rame ing gawe”. Gambaran umum yang diperoleh adalah gemar berpindah-pindah perusahaan. Dari 308 manajer responden riset tersebut, hanya 14,6 % mengaku belum pernah pindah perusahaan, dan 10,4% bahkan menyatakan telah lebih dari lima kali pindah.
Bersambung ke:
Budaya Jawa dan Kemampuan Akomodasi Konflik Menjadi Hal Positif