Sementara itu, telinga kiriku dengan peka mendengar sebuah napas yang tersengal-sengal. Seolah-olah itu adalah napas-napas terakhir. Beberapa kali terdengar suara erangan kesakitan. Juga tercium bau tidak sedap yang membauatku ingin muntah. Apa ini? Bau jamban? Bau bangkai? Kuberanikan untuk menengok ke sebelah kiri.
“ASTAGA!” aku berteriak terkejut bukan main. Kulihat seorang kakek tua dengan dada yang sudah dipenuhi belatung terduduk di kursi roda tepat di ambang pintu. Kakek itu melihatku dengan satu matanya. Mata sebelah kirinya sudah berlubang, wajahnya penuh dengan luka. Luka seperti terseret sejauh ratusan meter kah? Tangannya kini berusaha meraihku, aku menghindar dan kemudian muntah.
“HOEKKK!” apa ini? Rasanya begitu amis! Kuamati lagi di bawah temaramnya lampu biru yang aneh. Cairan yang baru saja keluar dari tenggorokanku. Ini bukan muntahan. Ini darah!