“Nod? Sedang apa kamu di sini?!” teriak Helen.
“K-k-kalian? Apa yang kalian lakukan?!” tanya Nod tak percaya. “Dans, aku mempercayaimu!”
“Hei! Hei! Apa-apaan ini! Kamu yang harusnya tak dapat dipercaya! Cerita tentang Tuhan, kematian salah satu dari kalian setelah tjuh hari.. Dongeng macam apa itu?! Hahahaha!” jelas Dans tanpa beban.
“T-t-tapi tadi kamu bilang kalau kamu percaya… Kenapa kamu..”
PLAKK!!!
Sebuah tamparan keras melayang ke pipi Dans. Ara sudah berada di depannya. Tampak begitu marah dan sedih. Sementara Helen terkejut dengan serangan Ara yang tiba-tiba.
Baca juga:
“Apa-apaan kamu?!” teriak Dans.
“Kamu! Kenapa kamu melakukan semua ini pada Nod! Tahukah kamu kalau Nod begitu senang ketika kamu mempercayainya?! Tahukah kamu betapa hancurnya hati Nod ketika melihatmu bersama Helen seperti ini?!” teriak Ara sambil menangis.
Nod yang mendengarkan Ara mewakii amarahnya terkejut.
“Nod begitu mempercayaimu…!” Ara masih menangis. Kini Nod menarik Ara menjauh dari Dans dan Helen.
“Sudah.. Ayo kita pergi!” ucap Nod lembut.
“Tapi!” Ara memberontak.
“Sudah, sudah.. kita pergi saja Ara. Selamat tinggal Dans, Helen!” lalu Nod dan Ara keluar dari kamar Helen.
“Terima kasih.” ujar Nod pada Ara.
“Karena apa?” tanya Ara yang matanya masih sembab.
“Karena kau sudah marah untukku.” jawab Nod.
“Sesaat, aku merasakan hatimu yang begitu hancur ketika dikhianati oleh pacar dan satu-satunya orang yang dapat kau percaya. Aku merasa sedih dan marah begitu saja.” jelas Ara.
“Rupanya berbgi perasaan bukanlah hal yang buruk.” balas Nod. “Seandainya tak ada kamu, mungkin saat ini juga aku akan bunuh diri.” jelasnya.
Malam itu Ara dan Nod pulang dengan beban perasaan yang ditanggung berdua. Tak ada kesedihan yang benar-benar menyedihkan malam itu. Lalu mereka tidur seperti biasa. Di kamar yang dipisahkan oleh garis pembatas.
Bersambung ke: Sebuah Lukisan dan Masa Lalu
Baca juga: