Kisah Nyata Menyeramkan Pendakian Gunung Arjuna: Kidang Arjuno

“Dari Lembah Kidang menuju puncak, kurang lebih butuh waktu 5 jam. Nanti kita lewat Lali Jiwo, Pasar Setan, baru sampai ke puncak. Ngerti?” jelas Rimba. Semua mendengarkan sambil menikmati sarapan.

Topa rupanya berhasil untuk tetap melanjutkan pendakiannya. Dengan dukungan dari Shandy, akhirnya mereka ber-empat-belas kembali berkumpul di Lembah Kidang.

Setelah berbagai sepak-terjang yang mereka alami selama berjam-jam. Akhirnya mereka sampai di puncak Arjuna jam 1 siang.

Mereka semua menikmati puncak. Bergantian untuk mengambil foto dengan rombongan lain. Ada pula yang ngopi sambil bersenda-gurau. Sampai-sampai lupa waktu.

“Gawat..!” celetuk Rimba.

“Kenapa?” tanya Shandy.

“Kesorean kita.” jelas Rimba. Saat itu sudah hampir jam 3 sore. Seharusnya mereka turun dari puncak sejak tadi setelah jam 2 siang.

“Ini tinggal rombongan kita ya?” tanya Rimba. Mereka semua baru sadar kalau benar-benar tinggal mereka ber-empat-belas yang ada di puncak. Tidak ada rombongan lain. “Ayo-ayo! Kita beres-beres! Segera turun!” seru Rimba tampak tidak seperti biasanya.

Semuanya bergegas membereskan sampah dan apapun yang perlu dibereskan. Lalu bersiap-siap untuk turun dari puncak.

Kira-kira sudah hampir jam 6 sore saat mereka baru setengah perjalanan dari Puncak ke Lembah Kidang. Dari kejauhan tampak awan gelap mulai menyelimuti sepanjang jalan. Angin kencang mulai menerjang.

“Kayaknya bakal badai nih!” ucap salah satu dari rombongan. Baru saja kalimat itu selesai diucapkan. Tiba-tiba hujan deras langsung mengguyur mereka. Semua menepi, berusaha mencari tempat yang teduh. Walau sebenarnya tidak ada.

“Siapa yang bawa jas hujannya?” tanya Delta.

“Aku! Aku!” teriak Vany lalu menurunkan carriernya. Mulai membukanya. Saat dibuka, Vany panik. Ia lupa kalau seharusnya jas hujan selalu ada di tumpukan paling atas. Sementara yang saat ini ia lihat adalah peralatan masak dan bahan makanan.

“Tenang. Tenang. Satu-satu.” ucap Shandy ketika melihat Vany panik.
Vany kemudian segera membagi-bagikan jas hujan ke semua orang. Tiba-tiba saja Rimba berkata, “Semua ayo baris!”

Semua kemudian menuruti Rimba sambil memakai jas hujan.

“Mulai berhitung!” instruksi Rimba.

Satu! Dua! Tiga! Empat! Lima! Enam! Tujuh! Delapan! Sembilan! Sepuluh! Sebelas! Dua belas! Tiga Belas! Empat belas! Lalu hening.

Rimba kemudian mendekati Vany. “Van, coba bantu aku. Sekarang kita ada ber-enam-belas nggak?” tanya Rimba.

Vany balik badan. Lalu berusaha menghitung.

“Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, sebelas, dua belas, tiga belas, empat belas, …, Mmm.. lima belas, enam belas.” Vany menoleh ke Rimba.

Nara Pandhu
Nara Pandhu
Suka dengan hal-hal berbau misteri. Sudah menulis cerita misteri sejak tahun 2012.

Latest articles

Related articles

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!