“Hmm.. rasanya menyenangkan sekali menyiksa kamu secara perlahan. Setelah perempuan ini, lalu pria sok jagoan di sana, dan kamu, aku akan segera menghancurkan desa kalian!” sosok itu kini terkikih seram lagi.
Baru saja sosok itu akan menyakiti Kinkin yang kini tengah menangis, tiba-tiba tubuhku bergetar dengan hebatnya. Tangan-tanganku kembali mengeluarkan kilatan cahaya. Tidak. Tidak hanya tanganku. Melainkan seluruh tubuhku. Aku mengeluarkan kilat yang menyambar. Membakar perangkap. Memberi terang kepada seluruh hutan. Burung-burung beterbangan karena terkejut dengan sambaran kilat barusan.
Sebelumnya dalam Ketika Kegelapan Datang Menyerang
Sosok itu mulanya tampak terkejut. Namun kini tersenyum bengis, “Menarik. Suduh puluhan tahun aku menunggu lawan yang seimbang. Akhirnya aku bisa berolahraga.”
“Kita tidak seimbang. Kamu akan mati melawanku.” ucapku. “Anam. Habisi semua anak buahnya, lalu bawa Kinasih pergi dari sini!” perintahku.
Baca juga:
Ketinggalan dengan awal mulanya mini-novel ini? Mulai dari sini: Don’t Forget to Remember Me – Part 1
“Kau pikir aku sedang apa hah?” teriak Anam.
“Lakukan lebih cepat! Gunakan saja pamungkasmu!” ucapku.
Aku kemudian menghujam sosok itu. Mencoba serangan fisik biasa padanya. Bertubi-tubi dan dia selalu menangkisnya. Kecepatannya sama denganku.
“Tidak kah kamu penasaran, siapa dirimu ini?” tanya sosok itu.
“Kurasa itu tidak penting.” jawabku sambil masih melayangkan tinju dan tendang ke arahnya.
“Seharusnya kamu bisa menjadi penguasa desa, tapi kenapa kamu lebih memilih menjadi kacung?” ujar sosok itu sambil terkikih.
“Karena aku bukan sosok rendahan sepertimu!” ujarku lalu melayangkan upper-kick yang telak menghantam kepalanya. Sosok itu kini terguling. Terkikih.
“Sepertinya kita berasal dari tempat yang sama. Kekuatanku, tidak dapat merasakan sakit.” ucapnya sambil terus menerus terkikih.
“Itu jauh lebih baik. Berarti aku bisa menghabisimu tanpa perlu kasihan.” jawabku.
Dan kini ia berganti menyerang. Lebih cepat dari tadi. Bedanya beberapa kali pertahananku berhasi ditembusnya. Ia sungguh cepat. Ia juga berpengalaman dalam bertarung. Berpuluh-puluh tahun katanya? Berapa musuh yang telah ia taklukkan selama ini?
Anam kemudian berhasil menghabisi perampok terakhir ketika aku terlempar menghantam beberapa pohon dan merobohkannya. Anam tampak tak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia memasang kuda-kuda waspada bila seandainya sosok itu kemudian menyerangnya. Tapi tampaknya ia tak tertarik dengan Anam dan menungguku bangun.
Baca juga:
Ketinggalan dengan awal mulanya mini-novel ini? Mulai dari sini: Don’t Forget to Remember Me – Part 1
“Hanya segitu kah kemampuanmu?” ujar sosok itu menantang.
Hening sesaat. Aku merasa jengkel. Badanku kembali bergemuruh. Anam mulai melihat kilatan cahaya muncul dari tempatku terjatuh. Kini semua tubuhku bercahaya. Aku bergerak lebih cepat dari sebelumnya.
“Anam! Lepaskan Kinasih sekarang!” teriakku. Lalu Anam bergegas lari ke arah Kinasih. Tangan sosok itu hendak melemparkan pisau ke arah Anam. Tapi kugagalkan dengan sambaran langsung ke tangannya. Kini tangan kirinya hilang.
“Ah! Aku lupa. Selain aku tidak bisa merasakan sakit… Aku bisa pulih kembali.” ujar sosok itu menyebalkan. Tangan kirinya berangsur pulih, Tapi Anam tak membuang waktunya. Aku pun akan mengulur waktu untuk Anam menyelematkan Kinasih.
Pertarungan sengit terjadi antara aku dan sosok itu.
“Aku Raya! Kamu harus mengingat itu sebelum kematianmu!” ujarnya di tengah-tengah pertarungan. Sementara tubuhnya selalu pulih setiap aku menyambarnya.
“Aku tidak butuh namamu. Aku pun tak ingat siapa diriku!” ujarku sambil terus menghujam Raya dengan sambaran petir.
“Kamu tak akan bisa mengalahkanku hanya dengan mengurangi tubuhku satu persatu seperti ini! Hahahahaha! Aku akan selalu pulih dan kamu kehabisan tenaga!” ujar Raya.
“Bodoh! Kalau begitu aku begini saja!” dengan cepat aku mengunci semua gerakan Raya.
“Kinkin! Anam! Pulanglah ke desa! Aku akan menyelesaikannya! Mungkin aku tak akan selamat.. jadi.. pulanglah!” kini seluruh tubuhku mengeluarkan cahaya yang panas.
“Kinkin! Di hatiku selalu ada kamu, tak ada yang lain.. Tapi kamu harus berbahagia di sini ya? Jangan terpaku oleh diriku saja.” ucapku kini Raya berusaha melepaskan kuncianku.
“Anam! Bersumpahlah untuk menjaga Kinasih dan membahagiakannya!” teriakku.
Kini cahaya itu semakin kuat. Melapisi seluruh tubuhku. Raya mulai hancur lebur karena besarnya petir yang kukeluarkan. Sekalipun pengalamannya banyak, Raya terlalu bodoh untuk mengungkapkan kelemahannya kepadaku. Kulihat Kinkin berteriak dan berusaha menggapaiku, tapi Anam menahannya.
“Gamuruh! Jangan! Jangan lupakan aku!” teriak Kinasih yang kemudian suaranya makin samar. Apakah aku akan lenyap bersama Raya? Tiba-tiba.. aku teringat akan kata-kata Kinkin kepadaku..
Apakah di sana ada perempuan lain?
Apakah di sana ada orang lain yang sudah memenuhi hatimu?
Dan saat itu juga aku mengingat semuanya. Aku ingat siapa diriku. Aku ingat siapa itu Kinkin dan Anam. Aku kemudian menangis di tengah kilat itu, sementara Raya telah lenyap. Lalu semua menjadi gelap.
Don’t forget to remember me
And the love that used to be
I still remember you
I love you
In my heart lies a memory to tell the stars above
Don’t forget to remember me my love
Selanjutnya adalah akhir dari mini-novel ini, apa kamu siap? Baca selanjutnya di: Don’t Forget to Remember Me – end
Baca juga:
Ketinggalan dengan awal mulanya mini-novel ini? Mulai dari sini: Don’t Forget to Remember Me – Part 1