“Nggak ada apa-apa Pan.” jelasku meyakinkan.
Pan terlihat bingung. Lalu dia meringkuk, masuk ke dalam pelukan Caca.
Aku menyalakan lampu. Mamaku datang. “Kenapa?”
“Nggak tahu. Pan katanya liat ‘sesuatu’ di kamarku.” jelasku.
“Baru bangun tidur kali. Biasa ngelantur gitu.” jawab mamaku.
Pan kini turun dari pangkuan Caca. Mengikuti mama masuk ke dalam kamar.
“Aju? Aju?” tanya Pan sambil kebingungan. Seolah-olah kehilangan apa yang ia lihat.
Mamaku tampak tak peduli. “Kamu baru balik Jakarta besok Minggu kan?” tanya mamaku. Aku mengangguk.
“Yah kamarnya kosong lagi deh entar. Habis kamu pergi, Caca pulang. Terus mbak juga pulang. Nggak ada Pan, sepi deh.” jelas Mama dengan nada sedih.
Selama aku di Jakarta, kamarku lebih sering kosong dari pada dihuni. Tapi ketika aku pulang, aku tidak merasakan ada hal aneh di kamarku.
“Kalau kamu pergi gitu, kadang Mama ngerasa kalau kamu masih di kamar, kerja, kayak biasanya.” jelas Mama.
Hari pertama di tahun baru berjalan begitu biasa. Tidak bisa keluar rumah. Beruntung Caca datang. Jadi aku bisa mengobrol sambil ‘ngemong’ keponakan.
Tak terasa hari berlalu. Malam tiba. Aku masuk ke kamarku seperti biasa. Pan dan Caca menggelar kasur di ruang tengah.
Baru saja aku merebahkan badanku ke kasur. Tiba-tiba gagang pintu bergerak dengan keras. Aku tidak terkejut, karena itu pasti Pan.
Kulihat Pan mengintip. “Oom?”