“Cerita apaan?” tanya suamiku. Kini ia mulai tertarik.
“Oke, coba aku sebutin anaknya satu-satu ya? Tahu Della?” tanyaku.
“He-hem..” suamiku mengangguk. “Yang telinganya.. Anu… itu ya?”
“Anu-itu, anu-itu! Bolong?!” ujarku kesal. Della adalah anak pertama pak Dodi.
Memang benar telinga manusia pasti berlubang. Tapi yang kami maksud di sini adalah lubang lain yang ada di dekat telinga Della. Lubangnya itu cukup dalam hingga ke rongga pipi. Membuat Della sering menderita peradangan yang cukup parah.
Ketika meradang, sering sekali pipi Della membengkak sampai berhari-hari. Karena Pak Dodi hanyalah seorang petani biasa yang tidak begitu sadar pentingnya kesehatan, maka Della tidak pernah dibawa ke dokter untuk pengobatan yang serius. Bahkan Pak Dodi hanya memberikan obat-obatan herbal yang diambil dari daun umbi ungu, entah namanya apa.
“Sayang banget ya, padahal Della udah mulai kuliah.” komentar suamiku sambil mengingat apa yang diderita Della.
“Tahu nggak itu gara-gara apa? Gara-gara Pak Dodi nembak burung! Pas burungnya jatuh, bagian telinganya itu bolong. Nah pas nembak itu, Bu Dodi lagi hamil Della!” jelasku ngotot.
“Mana ada ah?” balas suamiku nggak percaya.
“Masih nggak percaya? Coba inget Sari!” paksaku.
“Hmmmm…. Aku nggak mau komentar.” balas suamiku.
Sari adalah anak kedua Pak Dodi. Pada saat Bu Dodi hamil Sari, Bu Dodi mengidam daging kelelawar. Memang tampaknya nggak wajar. Tapi memang itu yang terjadi.
Jadilah Pak Dodi malam itu berburu kelelawar. Bu Dodi menyantap hasil buruan Pak Dodi dengan senang.
Ketika Sari lahir, semua orang merasa aneh dengan penampilannya. Kedua telinganya berbentuk runcing seperti telinga kelelawar.
“Mas masih nggak percaya?” suamiku hanya terdiam. Tidak mengangguk ataupun menggeleng.