“Indra Sanjaya. Lahir 29 Juli 1994. Usia 25 tahun. Mati karena kecelakaan di ringroad utara. Benarkah itu kamu?”
Indra tersadar. ia berada di tempat yang tidak ia kenal sama sekali. Sebuah tempat yang memiliki langit biru tua. Kunang-kunang di mana-mana. Banyak yang hinggap di sejenis tanaman yang menjalar di pancang-pancang yang ada. Tapi, suara yang memanggilnya itu sama seperti adegan ketika Lee Dong Wook menanyai orang-orang yang sudah mati. Lalu apa setelah ini? Ditawari teh penghapus ingatan?
Baca juga:
Indra berbalik. Melihat siapa yang memanggilnya. Ia sudah membayangkan pria tinggi dengan wajah kaku dan dingin menggunakan topi hitam sambil membawa kartu nama. Dilihatnya pria kurus berjubah biru dengan sayap yang indah. Ia mengenakan sabuk emas dengan ornamen kehijauan di pinggangnya. Tapi ada yang aneh. Ia menutup mulutnya. Ternyata pria itu menahan ketawa.
“Pffftt.. Kamu kebanyakan nonton Goblin.” ujar pria itu. “Hahahahahahahahahaha!” lalu ia terbahak-bahak.
“Saya.. sudah mati?” tanya Indra. “Anda bukan Lee Dong Wook. Anda siapa?” Indra kebingungan.
“Hahahahaha.. perkenalkan. Aku Rafael. Salah satu anggota dewan surga. Bisa dikenal juga sebagai malaikat cinta.” jawab Rafael sambil menyibakkan rambut panjangnya yang berwarna Ebony.
“Dewan Surga? Jadi saya sekarang di surga?” tanya Indra keheranan.
“Hmm.. nggak juga, kita berada di area transisi. Di mana kamu bisa kembali ke dunia atau memutuskan ke surga. Tapi sekalinya ke surga, kamu nggak akan bisa kembali ke dunia.”
“Ya sudah saya mau ke surga sekarang saja.” jawab Indra lalu nyelonong jalan ke pintu yang paling bercahaya.
“Eits! Jangan duluuuuu!” teriak Rafael sambil menarik baju (dalam bentuk roh) Indra. “Kenapa tergesa-gesa?”
“Sudah jelas kan? Saya mau ke surga sekarang aja. Katanya di sana indah.” jawab Indra.
“Saya tadi sebenarnya sudah ingin mati. Pacar saya mutusin saya. Ternyata mati sungguhan.”
Rafael terdiam. “Sial,, aku nggak memperkirakan kalau dia baru saja diputusin.” batinnya.
“Mmm Indra.. sebenarnya, kamu belum mati.”
“Belum mati?” Indra terkejut.
“Iya, jadi kamu mati di luar jadwal. Kenyataannya, kamu saat ini koma. Jadi sebenarnya kamu pun nggak bisa masuk surga. Karena pasti nanti administrasinya akan sulit ketika berhadapan dengan penjaga gerbang. Dia orangnya keras kepala.” jawab Rafael.
“Kenapa nanggung banget?” tanya Indra keheranan.
“Karena sebenarnya kamu punya misi khusus.” jawab Rafael serius.
“Misi?” Indra mencoba mengingat-ingat. “Jadi yang dulu dalam mimpi itu sungguhan?”
“Iya. Gabriel sudah mencoba memberitahumu. Tapi kamu terlalu bo.. maksudnya kamu terlalu rasional jadi menganggap itu hanya mimpi. Gabriel juga nggak mau repot kayaknya.” ujar Rafael setengah jengkel.
Baca juga:
“Kata orang terlalu percaya sama mimpi itu nggak baik. Lagian bagaimana caranya orang kayak saya bisa terpilih melakukan misi dari surga? Zaman sekarang kalau saya koar-koar dapat misi dari surga malah dipolisikan.” jawab Indra polos.
“Beginilah people zaman now. Aneh semua.” kata Rafael sambil menghela napas.
“Tuan Rafael juga pakai LYNE? Kok tahu bahasa gituan?” tanya Indra antusias.
“Dasar bo.. Ya nggak lah.. Di sini semua bisa diungkapkan hanya dengan batin. Maaf salah fokus.. Intinya, misimu adalah mencegah perang dunia ketiga.” jawab Rafael sambil memegang dahinya.
“Hmm..” Indra mengangguk-angguk. “APAA??” Indra berteriak terkeut, seolah-olah matanya mau lepas.
“Sebentar. Perang dunia ketiga? Saya yang mencegahnya? Bukannya itu urusan PBB ya? Saya aja nilai TOEFL-nya hanya 170.” jawab Indra panik.
“Kadang aku masih heran bagaimana caranya dewan surga memilih orang.” jawab Rafael kesal. “Indra, Tuhan memilihmu. Itu saja. Alasannya apa, aku nggak tahu.” jawab Rafael sambil memegang erat bahu Indra.
“Tapi,, untuk hidup lagi, kamu harus punya alasan yang kuat mengapa kamu ingin hidup.” terus Rafael.
Kali ini keduanya dalam situasi yang benar-benar canggung. Indra menatap mata Rafael. Berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya. Setelah itu ia menghela napas.
“Mungkin aku bisa mengajakmu melihat-lihat alasanmu hidup..” tawar Rafael.
Rafael lalu memejamkan matanya dan mengatupkan kedua tangannya. Setelah itu dimensi yang semulanya didominasi oleh warna biru gelap terdistorsi. Kini mereka berada di sebuah ruangan. Ruangan itu didominasi oleh warna putih. Mejanya tertata rapi. Terdapat tempat tidur besi khas milik sebuah tempat. Ya, itu di kamar di salah satu rumah sakit. Di tempat tidur itu terbaring seseorang.
“Siapa itu?” tanya Indra.
“Itu kamu. Orang yang berada dalam masa krisis antara hidup dan mati biasanya akan sulit untuk mengenali tubuhnya sendiri.” jawab Rafael.
Tubuh Indra tergeletak setengah kaku. Luka dan lebam yang dideritanya cukup banyak. Lehernya sudah dibalut oleh penyangga. Alat pendeteksi detak jantungnya menampakkan denyut yang begitu lemah. Di sebelah tubuhnya tampak sesosok yang dengan setia menanti. Sosok perempuan yang menampakkan wajah yang begitu khawatir. Rambutnya yang keriting diikatnya ke belakang, menandakan kesiagaannya untuk menyambut orang berharganya yang tergeletak. Tangannya saling menggenggam erat. Perempuan itu tampak takut menggenggam tangan Indra walaupun ingin. Ia takut menyakiti tubuh Indra yang sudah terlanjur menerima banyak cedera.
“Itu ibumu.” kata Rafael.
“Saya tahu. Tapi.. ibuku bukanlah seseorang yang membuatku berkeinginan hidup.” jawab Indra.
“Mengapa? Ibumu begitu mengkhawatirkanmu. Ia begitu mencintaimu. Bukannya kamu ingin membahagiakannya?” tanya Rafael keheranan.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Sesosok pria yang tampak sama khawatirnya mucul.
Penasaran apakah yang Indra temukan selanjutnya? Yuk baca sambungannya di sini: Apa Sebenarnya Alasan yang Paling Membuat Manusia Ingin Hidup?
Baca juga: