“Kenapa perempuan ini selalu tak sadar diri kalau ia tidur di kamar cowok?” batin Nod kesal dan setengah senang ketika melihat Ara yang begitu terbuka saat ia bangun lebih dahulu di pagi hari. Nod melihatnya sejenak. Hasratnya sebagai seorang lelaki sebenarnya mendorongnya untuk melakukan ‘sesuatu’ pada Ara. Namun ia memilih untuk menarik selimut dan menutupi badan Ara.
Baca episode sebelumnya di: Memeriksa Sesuatu yang Tertinggal
“Nanti aku akan tidur saja di bioskop. Yang penting aku menemanimu kan?” kata Nod malas ketika mereka sampai di depan bioskop. Ara masih sebal mendengarnya. Dua jam berlalu, dan…
“Huhuhuhu! Ya ampun! Kenapa sang putri harus mati? Huhuhuhu!” Nod menangis tersedu-sedu di depan Ara ketika mereka makan seusai nonton.
“Aku tahu kamu yang mewakili perasaanku. Tapi jangan seperti ini! Memalukan!” bisik Ara pada Nod. Ia malu setengah mati karena dari tadi mereka dilihati oleh banyak orang.
“Kenapa ia melakukan hal bodoh?? Mengorbankan diri dan mati? Harusnya yang mati kan yang jahat? Huhuhu…!” Nod masih menangis. Ara menghela napas menahan malu. Ia tak menyangka bahwa semua emosinya saat menonton film tadi diterima semua oleh Nod.
“Astaga! Aku benci tubuh ini!” teriak Nod tidak terima ketika mereka sudah sampai di rumah. Sementara Ara tertawa mengejek. “Aku ingin pergi melukis!” kata Nod kesal lalu mengambil alat lukisnya dan berjalan keluar.
ARRGGHHH! “Aku benar-benar lupa!” ujar Nod sambil merangkak kesakitan mendekati Ara yang juga sedang merangkak mendekatinya. “Kenapa kamu begitu bodoh?” balas Ara kesal. Jantung mereka masih akan terasa pecah jika berjauhan satu sama lain.
“Daripada kamu melukis di luar, kenapa kamu tak melukis di sini saja?” tanya Ara.
“Apa yang hendak kulukis di sini?” tanya Nod heran.
“Aku? Aku mau kok jadi model lukisanmu!” tawar Ara dengan wajah merah. Tak lama wajah Nod memerah juga.
“S-s-sungguhan?” tanya Nod ragu.
“B-b-benar. Sekarang atau aku berubah pikiran?” jelas Ara malu-malu.
“O-oke. Aku siapkan dulu peralatannya. Kamu bersiap-siaplah.” Nod lalu berbalik dan kemudian mencari peralatan yang ia butuhkan untuk melukis potret wajah seseorang. Sementara Ara kini entah apa yang ia lakukan dengan ‘bersiap-siap’.
“Baiklah aku sudah siap!” teriak Nod ketika ia sudah mengumpulkan peralatan dari kamar.
PRAK! Nod menjatuhkan peralatannya. Terkejut dengan apa yang ia lihat.