“Badan kamu masih pegel gak?” tanya Vany kepada Ana.
Ana hanya tertawa kecil. “Jiwaku pegel.” Vany kemudian tertawa lepas mendengarnya.
“Kasihan mereka berdua.” gumam Ana.
“Hm? Siapa?” tanya Vany.
“Yang ada di belakang rombongan kita kemaren. Dua orang tambahan.” jelas Ana singkat.
“Bukan orang ding. Udah bukan.” lanjut Ana lagi dengan tatapan kosong.
“Maksudmu, mereka hantu?” tanya Vany. Ana mengangguk.
“Belum lama hilangnya. Kayaknya nggak ketemu.” jelas Ana lagi. Lalu Vany mengambil handphonenya dan Googling.
“Mereka?” tanya Vany sambil menunjuk kasus 2 mahasiswa Surabaya yang hilang di Arjuna.
Ana melihat sekilas berita yang ditunjukkan Vany. “Bukan. Itu kan Januari kemarin.” jelas Ana. Vany heran, kok bisa Ana tahu kalau kasus yang ia tunjukkan di bulan Januari padahal Ana tidak terlihat sedang membaca.
“Mereka berdua hilang minggu sebelum kita muncak.” kata Ana. “Hanya saja, sepertinya memang tidak akan diberitakan.” lanjutnya.
“Maksudnya?” tanya Vany bingung.
“Tumbal Gunung.” jelas Ana singkat dan membuat Vany merinding seketika. “Memang sengaja dihilangkan. Mereka akan selamanya tersesat dan mencari jalan pulang dari sana.”
“Gapura merah yang kamu lihat kemarin.. Kalau kita masuk selangkah saja, kita nggak akan bisa pulang.” tutup Ana lalu berdiri, membuat Vany makin bergidik ketakutan.
“Ayo beli bakso? Laper.” ajak Ana membuat Vany lega. Vany mengira Ana akan kesurupan lagi karena dari tadi ia merinding.