“Pasti ada sesuatu.” jelas Delta. “Mbak Ana nggak mungkin sekasar itu.” katanya sambil menepuk bahu Vany.
“Van.. sini deh..” rupanya Rimba sudah selesai menengok Ana.
“Kenapa mas?” tanya Vany tampak khawatir.
“Mmm.. Aku mau tanya kamu. Kamu tahu nggak kalau Ana…” Rimba terdiam.
“Ana kenapa? Ada sakit bawaan?” tanya Vani.
“Bukan.. Kamu tahu nggak, kalau Ana itu bisa lihat mahluk halus?” jelas Rimba. Vany melotot. Merasa tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.
“Kamu sadar nggak, kalau sejak kemarin Ana makin jarang ngomong?” tanya Rimba lagi. Vany mengangguk, wajahnya makin khawatir.
“Dia bilang, pas kamu meluk dia tadi, di belakangmu ada sosok hitam, bermata merah, kukunya panjang. Mmm.. ikut meluk juga.” jelas Rimba membuat Vany terperanjat lalu menepuk-nepuk bahunya sendiri dengan ketakutan.
“Terus gimana mas?” tanya Vany bingung.
“Kamu temenin dia aja di tenda. Nanti kalau makan malam udah jadi aku anter.” jelas Rimba.
Vany kemudian mengangguk dan langsung kembali ke tenda. Ketika Vany masuk, dilihatnya Ana sedang meringkuk.
“Maaf.” kata Ana. “Nggak papa.” jawab Vany canggung. Hening menguasai tenda mereka. Dinginnya malam membuat Vany tidak tega dengan Ana. Lalu Vany mendekati Ana.
“Harusnya kamu bilang saja dari kemarin. Hehe..” ujar Vany cengengesan. Ana terdengar tertawa. “Kenapa dari tadi nutupin wajah?” tanya Vany lagi sambil memeluk Ana.
“Aku capek. Aku takut. Aku nggak mau lihat… Apapun itu… Yang ada di sini… sekarang.” jelas Ana dengan suara terpendam oleh dekapan kakinya sendiri. Vany memahami rasa lelah Ana, kemudian memeluk bahu Ana dan mengelus-elusnya agar lebih hangat.
“Makan malam siap!” teriak Rimba dari luar tenda.
“Bentar ya? Aku ambilin makan. Nanti aku suapin mau?” tanya Vany. Ana mengangguk lemas.
Vany kemudian keluar menghampiri Rimba yang ada dekat api unggun dan baru saja menyiapkan makanan untuk diantar.
“Lho kok ke sini? Kan udah aku bilang nanti aku anter.” tanya Rimba.
“Nggak papa Mas. Nggak enak sama Mas Rimba. Pasti capek juga.” jelas Vany kemudian menerima makanan yang diberikan oleh Rimba.
“Gimana Ana? Aman?” tanya Rimba khawatir.