Semenjak pertemuan di Perpusatakaan aku terkadang mulai berani menghubungi Pina melalui chat. Entah apa tujuanku, tapi aku selalu ingin menghubunginya dan menunggu jawaban darinya. Pertama kalinya aku benar-benar mencoba untuk bercerita banyak kepada seorang gadis. Semakin lama aku semakin mengenal dirinya, apa yang dia sukai, apa yang didengarkan dan ditontonnya.
Tak terasa satu tahunpun berlalu, masa studi juga sudah mulai memasuki tahap akhr. Bulan depan aku dan teman-teman seangkatanku juga harus melaksanakan KKN, sebagai salah satu syarat kelulusan. Aku rasa hubunganku dengan Pina juga semakin dekat, kita semakin sering bersama. Tidak jarang teman-teman meledek kedekatan kami. Sampai saat ini aku masih menganggapnya teman, karena dia orang yang asik diajak bercerita. Akupun suka mendengar ceritanya karena aku bisa memeperoleh sudut pandang dari kehidupan seorang perempuan.
Hari sebelum keberangkatanku ke desa, tiba-tiba ia mengirimkan pesan kepadaku, “Kenapa kamu tidak pernah mengatakannya?” kalimat tersebut terlihat di layar handphoneku. Aku tidak paham apa maksud dari pesan tersebut, apa yang harus kukatakan?
“Mengatakan apa?” aku mencoba menjawabnya dengan memberikan pertanyaan balik.
“Sudahlah lupakan, aku hanya sedang bingung dengan diriku sendiri.”,
“Apa yang membuatmu bingung?”,
“Bukan apa-apa, cukup lupakan saja.”,
“Kenapa lupakan?”,
Itulah pesan terakhir yang kukirimkan kepadanya dan dia tak pernah membalas lagi. Pesan itu telah mengganggu malamku sebelum keberangkatanku ke desa, aku bertanya-tanya, apakah dia ingin aku mengungkapkannya. Sepertinya aku memang menyukainya, tapi aku hanya ingin berteman dengannya. Sudah terlalu banyak aku menyaksikan patah hati dan aku tidak ingin menyakiti dirinya. Itulah alasan mengapa aku membenci kata cinta dan tidak ingin berpacaran. Lagipula aku masih belum pantas untuk dimiliki dan dicintai, aku menyukai hubungan ini apa adanya tanpa ada keterikatan.