Pada tahun 2014, psikolog pendidikan dari Integrity Development Flexibility (IDF), Irene Guntur, M.Psi., Psi., CGA, menyatakan dalam sebuah portal berita bahwa 87% mahasiswa Indonesia salah jurusan. Sementara itu, BPS merilis data Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2017 sebesar 5,33%. Jumlah di awal 2017 ini menurun 0,61 poin persen dibanding Agustus 2014 yang berjumlah 5,94%. Benarkah “perasaan salah jurusan” mememiliki relevansi dengan tingkat pengangguran terbuka? Sungguhkah banyak mahasiswa salah jurusan?
Sebut saja “A”, seorang mahasiswa fakultas teknologi pertanian sebuah perguruan tinggi negeri di Yogyakarta, saat ini mengalami kesulitan dalam menyelesaikan skripsi karena berbagai macam alasan. Hingga akhirnya ia berkata, “Saya menyesal masuk jurusan ini karena sulit dan dipersulit oleh dosen pembimbing. Saya bahkan disuruh melakukan penelitian yang tidak saya kuasai. Tahu begini saya memilih jurusan lain. Toh, ilmu saya di jurusan ini belum tentu digunakan untuk bekerja nantinya.” Ketika ditanyai mengapa memilih jurusan itu, “A” beralasan hanya di jurusan itu ia diterima PTN yang cukup memiliki nama tersebut. “A” tidak ingin menyia-nyiakan kesempatannya di PTN tersebut sekalipun tidak begitu cocok dengan minatnya.
Baca juga:
Banyak Mahasiswa Salah Jurusan, Faktakah?
Kasus “A” menjadi salah satu contoh, bahwa masih ada mahasiswa yang memilih sebuah jurusan bukan karena minat dan bakat, namun karena sebuah gengsi yang ditawarkan dari nama besar perguruan tinggi, tanpa berpikir panjang mengenai risiko dan tantangan yang akan dihadapi ke depannya. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan, untuk apakah kuliah, jika seandainya ilmu di jurusan tidak digunakan sepenuhnya ketika bekerja nanti?
Menjawab pertanyaan itu, dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si., melontarkan pertanyaan balik, “Apakah fungsi pendidikan itu? Untuk mencari pekerjaan atau pendidikan itu untuk membangun karakter, mencerdaskan, dan membebaskan?” Menurutnya, jika kembali pada tujuan awal pendidikan, masyarakat tidak perlu gelisah dengan pengangguran. “Asal pendidikan itu sungguh-sunguh dalam rangka mencerdaskan, membangun karakter, dan membebaskan, tidak sekedar memenuhi permintaan pasar.” lanjutnya.