Ekspektasi Yura rupanya harus sedikit memperoleh perjuangan lebih. Lita tak berlari secepat biasanya, Sehingga ketika tongkat estafet diraih oleh Yura, di saat hampir bersamaan, tongkat estafet sampai pada tangan Dika. Kini Yura harus benar-benar adu kecepatan dengan DIka.
“Kamu pikir kamu yang tercepat hah?” teriak Dika ketika akhirnya bisa mengimbangi Yura.
“Kamu hanya menang kaki yang lebih panjang. Soal kecepatan aku jauh lebih jago!” balas Yura.
“Kalau begitu, coba kalahkan kakiku yang panjang ini nona manis!” ujarnya sambil menebarkan pesona tertampan yang ia miliki pada Yura. Meskipun dalam kecepatan berlari, cukup jelas melihat bahwa kecepatan Yura sedikit berkurang karena rayuan Dika.
“Coba kejar aku!” ucap Dika.
Menyadari bahwa Dika sudah ada sedikit lebih maju di depannya, Yura menambah kecepatannya, “Tak akan kubiarkan kamu me- AHHHHHH!!!!” Yura terjembab begitu saja di lintasan lari. Sementara Dika terus berlari tanpa tahu bahwa Yura baru saja terjembab.
“AHHH! Kakikuuu! Kakikuuu! Huhuhuhuuuu…!” Yura kini memegangi telapak kakiknya dan menangis tersedu-sedu. Mendengar itu Dika terkejut dan segera menghentikan larinya.
Tim kesehatan bergegas menuju arena berlari. Lita sudah sampai duluan dibandingkan yang lain. Aku bergegas berlari menengok keadaan Yura. Sepatu larinya tampak memerah karena darah. Ketika Yura membalik telapak kakinya tampak paku menancap pada sepatunya dan menembus telapak kakiknya.
“Kakiku..huhuhuhu..” sementara itu Dika baru saja sampai dekat Yura.
“Kamu keterlaluan Dika!” teriak Lita. “Sebegitu inginnya kamu menang sampai-sampai kamu menyuruh temanmu untuk menebar paku di lintasan lari kami?” ujar Lita sambil menuduh pelari sebelum Dika.
“Hei! Aku nggak …” ujar pelari itu membela diri.
“Sudah! Nggak usah membela diri! Aku tahu kamu yang menebar paku dan sengaja berlari lebih lambat kan agar tak terlihat olehku?” tuduh Lita lagi.
“Huhuhu! Sudah cukup!” Yura menyela. Dika tetap diam. Wajahnya tampak begitu khawatir terhadap keadaan Yura.
“Hei kalian! Ini bukan tontonan! Segera bawa Yura ke ruang kesehatan!” perintahku kepada tim kesehatan. Mereka membawa Yura dengan tandu. Kemudian membawanya kepada dokter jaga di UKS.
Di saat bersamaan semua orang mulai berbisik satu sama lain, “Aku tahu Dika ambisius. Tapi tak kusangka ia selicik ini.” “Astaga, sebegitu inginnya kah dia terhadap Yura?” “Dasar hidung belang!” “Hei! Kenapa kalian langsung percaya? Kan belum tentu Dika pelakunya. Siapa tahu itu memang paku yang belum sempat dibersihkan dari lapangan?” “Waduh, kalau karatan gawat dong kaki Yura?’
Penasaran dengan apa yang terjadi selanjutnya? Baca kisah selanjutnya di: Ketika Yupiter Bertemu Saturnus
Baca juga: