Keesokan harinya, ayah Doko pulang lebih awal dari biasanya. Seperti biasa, ayah Doko mengisi waktu luangnya dengan menyirami tanaman di halaman rumah. Baru saja ayah Doko masuk ke ruang tamu seusai menyirami tanaman, seorang wanita tua sudah berdiri di muka pintu.
“Kula nuwun!” ujar wanita tua itu sambil tersenyum.
“Nggih mangga!” sambut ayah Doko.
“Jajannya pak!” tawar wanita tua tersebut.
Doko yang sedari tadi duduk di ruang tengah sudah tahu pasti siapa yang datang di saat petang dan menawari jajan. Tapi untuk memastikan sekali lagi, Doko membiarkan ayahnya yang menerima wanita tua tersebut.
“Le, mau jajan?” tawar ayah Doko.
“Aku nggak mau. Beli dikit saja pak. Ibu itu aneh!” jelas Doko.
“Oh ya?” timpal ayah Doko, lalu kembali ke ruang tamu.
“Jual apa saja bu?” tanya ayah Doko.
“Ini risoles.” Jawab wanita tua itu sambil menyodorkan kardus yang sama persis dengan apa yang dulu ia tawarkan pada Doko.
“Ya saya ambil 3 saja ya bu?” jawab ayah Doko sambil tersenyum ramah.
“Tidak semuanya saja pak? Hanya ada 5, nanggung!” pinta wanita tua itu.
“Mboten bu! Di rumah nanti nggak ada yang makan!” tolak ayah Doko halus.
“Ayolah pak! Istaranaki.. Satu orang kan haumndulilahan… bisa makan dua!” ucap ibu itu sambil bergumam aneh yang bahkan terdengar jelas sampai ke telinga Doko. ‘Mulai lagi!’ batin Doko.
“Maaf bu, saya hanya ingin beli tiga!” tutup ayah Doko sambil memberikan sejumlah uang lalu mempersilahkan wanita tua itu keluar.
Masuklah ayah Doko ke dalam rumah.
“Pak, risolesnya dibuang saja!” saran Doko membuat ayahnya terkejut, “Kenapa?!”
“Ibunya itu aneh. Coba bapak cium bau risolesnya!” pinta Doko. Ayahnya lalu mencium bau risolesnya.
“Kok basi?!” teriak ayah Doko bingung.
“Nah itu.” Kata Doko mempertegas.
“Ibunya juga bau aneh. Kayak anyir, gimana gitu..” jelas ayah Doko. “Tadi juga, ndremimil nggak jelas!”
“Kapan hari Han makan tiga risoles yang basi. Besoknya dia jadi ling-lung gitu. Pokoknya jadi aneh lah.” Ungkap Doko.
Ayah Doko hanya geleng-geleng kepala mendengar penjelasan anaknya.