“Wah..! Ada risoles! Siapa yang beli?” Tanya ibu Doko antusias.
“Aku.” Jawab Doko datar.
“Mmh.. tapi.. kok bau aneh?” Ujar Ibu Doko sambil mengendus-endus risoles yang tersisa. “Ini udah kamu makan?” Lanjutnya dengan agak khawatir.
“Nggak. Yang makan si Han.” Ungkap Doko.
“Ya ampun! Kamu beli risoles basi Dok?” Teriak ibu Doko panik. Han yang mendengar teriakan ibunya langsung ke ruang makan.
“Kenapa Ma?” Tanya Han polos.
“Kamu udah makan berapa?” Tanya ibunya panik.
“Tiga! Eh empat!” Ungkap Han lagi.
“Astagaaaa! Dok! Kamu itu gimana sih? Beli jajan nggak dilihat dulu?! Basi semua ini!” Kini Han tampak menelan ludahnya. Merasa ngeri dengan apa yang baru saja dilahapnya.
“Sudah basi?!” Han masih tidak percaya kalau dia ‘baik-baik’ saja saat mengunyah risoles-risoles itu. Tidak ada rasa basi.. hanya.. ya.. rasa aneh seperti yang ia ungkapkan.
Doko hanya terdiam ketika keributan itu terjadi. Aneh. Kalau memang basi, harusnya Doko tahu karena tercium dari baunya. Tapi.. ah.. sudahlah.
“Ya sudah buang saja!” Ucap Doko pada ibunya.
“Lha kan kamu yang beli? Nggak apa-apa?” Tanya ibunya kini ragu.
“Ha makanan basi kok ya dipertahankan?” Balas Doko.
Akhirnya tetap saja, si Han yang disuruh membuang risoles-risoles basi tersebut.
Keesokan harinya, karena cuaca begitu panas sehingga membuat Doko tak betah di kamarnya, ia bekerja di ruang tamu. Doko tidak suka privasinya diganggu, sehingga kerap ia menutup pintu rumahnya ketika sedang bekerja.
Beberapa saat, ketika ia sudah benar-benar serius dengan pekerjaannya, Han langsung membuka pintu rumah dengan kasar. Sehingga Doko terkejut. Lebih terkejut lagi ketika ia melihat wanita tua yang ada di belakang Han.
“Mas.. ini ada ibu-ibu yang menawarkan jajan!” Ucap Han lalu langsung melongos masuk rumah. Kembali meninggalkan Doko dan wanita tua itu berdua dalam situasi yang menegangkan.
“Jajannya nak?” Tawar wanita tua itu dengan senyum yang mengerikan.
Doko menahan amarahnya. Ia begitu jengkel mengapa wanita tua ini dengan mudahnya kembali lagi ke rumah. Doko tidak tahu sejak kapan dan sudah berapa lama ia ada di situ.
“Maaf bu. Tapi saya tidak sedang ingin jajan!” ucap Doko masih sopan.
Wanita tua itu bergeming. Ia tidak terpengaruh dengan penolakan Doko. Justru mulutnya berkomat-kamit tidak jelas sepertwi waktu lalu.
“Ayo mas! Ingsung wania kurianam.. Beli mas..!” begitulah kedengarannya di telinga Doko. Melihat wanita tua itu bereaksi aneh lagi, Doko naik pitam dan mengusir wanita tua tersebut.
Wanita tua itu berjalan ke luar halaman dengan muka seram dan masih sambil berkomat-kamit.
“Han! Kalau besok ketemu ibu tua itu, jangan diperboehkan masuk!” perintah Doko.
“Ha? Ibu tua yang mana ya?” tanya Han bingung.
“Yang tadi kamu ajak itu lho!” jawab Doko.
“Ha?! Aku nggak ngajak siapa-siapa! Ngomong-ngomong, sejak kapan ya aku di sini?” lanjut Han kebingungan. Ekspresinya seperti orang ling-lung. Doko menyadari ada yang tidak beres dengan adiknya, “Kayaknya kamu tidur saja sekarang.” Saran Doko dan anehnya.. Han menurutinya langsung.
‘Mungkin kecapekan saja..’ batin Doko berusaha berpikir positif.