“Happy birthday to you! Happy birthday to you! Selamat ya Anggi! Sekarang sudah masuk usia 14 tahun!” ucap Rukma sambil mencium kening putri semata wayangnya. Anggi hanya tersenyum menggemaskan.
“Itu nak.. Kadonya dibuka!” suruh Rukma agar Anggi membuka semua bingkisan yang diletakkan di tempat tidurnya.
Ketika Rukma menyiapkan semua masakan yang ia buat untuk ‘pesta kecil’ Anggi, Dana memanggilnya.
“Sini nak! Papa mau ngasih sesuatu buat kamu.” Kata Dana lalu mengambil sebuah kotak yang memang sengaja tidak digabung dengan bingkisan lainnya.
Anggi kemudian membuka kotak tersebut dan dilihatnya sebuah cincin yang hitam legam. “Mmm.. pa.. ini buat apa?” tanya Anggi heran.
“Ini dibuat dari berlian hitam asli. Papa beli khusus buat kamu! Dipakai ya?” ujar Dana lalu memaksa mengenakan cincin itu pada jari manis Anggi. Anggi meringis kesakitan karena jarinya terlalu pas untuk cincin itu.
“Norak ah, Pa!” belum selesai Anggi memprotes papanya, Dana sudah melotot pada Anggi. Tatapan yang penuh amarah karena Anggi tidak menuruti permintaan papanya. Anggi hanya bisa pasrah ketika melihat segaris hitam legam mengitari jari manis kirinya. Indah memang. Namun tidak untuk anak seumurannya.
“Ayo makan? Masakannya sudah siap!” Rukma datang memecah ketegangan yang terjadi antara Dana dan Anggi. Rukma mengamati kejanggalan yang terjadi. Sedari tadi Anggi mengusap-usap tangan kirinya. Dilihatnya sebuah cincin hitam dikenakan oleh putrinya yang tersayang itu.
“Kok pada cemberut? Ayo makan!” Rukma memillih untuk menyimpan kejanggalan itu di dalam hatinya sendiri dan berusaha menyelidikinya di waktu yang tepat.
…