“Di ruang depan nduk!” teriak paman memanggil Gusta.
“Oh ya paman!” ujar Gusta lalu ia kembali ke pintu pertama di ujung lorong yang tadi. Gusta meletakkan piring di meja kosong yang sepertinya adalah meja yang biasa digunakan untuk meletakkan piring.
“Ini makan siang paman.” jelas Gusta sembari menata makanan yang baru saja diletakkan di atas meja.
“Terima kasih!” ujar paman menghentikan aktivitasnya sejenak dari hadapan sebuah papan.
“Paman sedang apa?” tanya Gusta penasaran dengan apa yang sedang dikerjakan pamannya.
“Oh ini. Rencana renovasi loteng. Daripada paman mengerjakan di bawah, rasanya tak ada salahnya mencari suasana baru di sini!” jelas paman lalu mengambil segelas air minum yang ada di meja.
“Ah iya paman, aku sekalian pamit mau jalan-jalan ya?” ucap Gusta mumpung masih di loteng. Mengingat ia tak ingin naik turun tangga loteng yang kotor ini.
“Silahkan! Kalau liburan santai saja!’ tutur paman. Lalu Gusta keluar dari ruangan. Ia tiba-tiba teringat akan sofa aneh yang ia lihat di depan tadi. Ia berlari sejenak menuju lokasi sofa tersebut berada. Dilihatnya sofa itu masih tertutup kain putih. Bedanya.. tak ada ‘hal timbul’ yang ditutupi oleh kain putih itu. Dengan segera Gusta meraih kain sofa tersebut.
Tak ada apapun di baliknya. Hanya sofa dengan kulit yang sudah sobek di baliknya.
Gusta merasa yakin dengan apa yang ia lihat tadi. Tapi ia memutuskan untuk mengabaikannya dan pergi bermain.
…