Makan adalah salah satu dari tiga kebutuhan pokok manusia. Dengan makan, manusia dapat beraktivitas karena memperoleh energi dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Makan juga dapat menjadi bagian dari kesehatan kita, tentu saja dengan konsumsi jenis makanan yang tepat dalam takaran yang tepat pula. Makanan juga bisa menjadi berbahaya apabila dikonsumsi secara berlebihan. Di Indonesia sendiri, pendudukanya selalu disarankan untuk makan sebanyak tiga kali sehari. Benarkah frekuensi makan yang benar adalah tiga kali sehari? Atau ada alternatif frekuensi makan yang mungkin jauh lebih tepat?
Semua bermula ketika manusia memasuki era modern
Yap! Zaman dahulu banget sebenarnya tidak ada kebiasaan makan tiga kali sehari. Bahkan pada masa kekaisaran Romawi, makan lebih dari satu kali dalam sehari dianggap sebagai sebuah bentuk keserakahan lho! Nah lho! Makan lebih dari satu kali malah dianggap sebagai orang yang serakah. Gimana tuh? Eittss.. sabar dulu. cerita berlanjut ketika bangsa-bangsa Eropa mulai mengubah kebiasaannya makan karena efek religiositas juga. Semua juga bermula dari kebiasaan bangsawan Inggris untuk mengubah jam sarapannya menjadi lebih awal. Dan kebiasaan makan berkembang terus menjadi dua kali lalu rakyat jelata mengikutinya.
Semua semakin ‘sempurna’ ketika manusia Eropa memasuki masa revolusi industri, di mana rakyat jelata harus bekerja keras dari pagi hingga sore (bahkan malam hari). Makan siang menjadi penting bagi mereka sekalipun dalam waktu yang singkat. Kemudian akhirnya kebiasaan makan malam diduga baru sempurna pada tahun 1950-an ketika manusia sudah melewati masa-masa perang dunia dan mencapai titik kedamaian.