“Jadi yang lalu biarlah berlalu.” ucap kami bersamaan. Kini kami berdua menatap satu sama lain. Kami menatap diri kami yang tercermin di bola mata masing-masing. Dua manusia yang pernah saling mencintai namun tak sampai bersatu karena memang tidak demikian cerita yang harus kami alami bersama.
Tak terasa air mataku menetes. Inilah pengampunan yang paling tulus yang kami alami. Aku menunduk sementara Inggit membelai kepalaku dengan lembut. Di saat bersamaan gerimis turun kemudian menjadi hujan. Lembut belai tangan Inggit membuatku tenang sekalipun hujan deras dan angin kencang menerpa. Inilah saat perpisahan terindah bagi kami.
Ketika hujan reda, kami berjalan keluar bersama. Menyisakan beberapa mili kopi di cangkir kami. Hilang sudah semua kisah kami yang diwarnai dengan luka. Inggit memelukku. Kali ini terasa begitu erat. Hangat.
Tak lama hangat tubuhnya terasa menjauh. Ia berjinjit, kemudian mengecup keningku.
“Selamat tinggal Yud…”
“Selamat tinggal…” balasku.
Rintik gerimis masih sedikit terasa ketika ia menaiki taksi dan kemudian meninggalkan kedai.
Sambil menatap langit yang perlahan menjadi cerah, aku bertanya-tanya …
Kemudian, ke mana semua rasa itu pergi …?
Baca juga: