Ketika Kegelapan Datang Menyerang

Kira-kira tiga bulan lamanya aku ada di desa ini. Membantu warga, mulai dari hal remeh-temeh, hingga serius, seperti melindungi warga yang memiliki kekayaan melimpah dari serangan pembunuh bayaran, atau juga menghalau perampok hutan yang masuk ke desa.

Beberapa kali aku ingin mengorek informasi dari para perampok itu. Tapi entah bagaimana, mereka bisa lolos begitu saja. Hubunganku dengan Anam menjadi sangat dekat. Kami seperti sahabat seperjuangan. Kami berdua bekerja sama melindungi desa. Melatih pria-pria dewasa untuk menjadi penerus pertahanan. Hingga akhirnya desa ini menjadi desa dengan keamanan terkuat di kecamatan.

Sebelumnya dalam Anam dan Gamuruh

Sementara Kinkin, kami sangat dekat. Bahkan dapat dikatakan, kami adalah sejoli. Hingga suatu malam.. Kembali di bawah purnama yang lembut. Kami berbincang berdua. Di sebuah tempat rahasia yang hanya kami ketahui. Kami kerap terjebak dalam romansa pemuda-pemudi. Tak jarang, kami tak mampu menahan godaan untuk menikmati saat-saat berdua itu. Hingga suatu ketika, Kinkin justru membuat malam itu menjadi malam yang tak pernah kuinginkan.

Baca juga:

Ketinggalan dengan awal mulanya mini-novel ini? Mulai dari sini: Don’t Forget to Remember Me – Part 1

 

“Kalau ingatanmu kembali. Apakah di sana ada perempuan lain?” tanya Kinkin tiba-tiba dengan sedih.

Aku belum pernah berpikir seperti Kinkin, “Tak terlintas di benakku akan bagaimana jadinya.”

“Jawab aku! Kalau ternyata ada perempuan lain yang kau cintai, kamu akan memilih siapa?!” tanya Kinkin dengan mata berkaca-kaca.

“Tentu aku akan memilihmu. Aku berjaniji.” ucapku tanpa kesadaran yang jelas.

“Aku sebenarnya berharap kamu tak lagi ingat siapa dirimu di masa lalu. Aku berharap kamu tak kembali ke hutan itu dan justru menghilang. Kembali ke mana pun asalmu itu.” kini Kinkin menangis.

“Hei! Tenang! Aku masih di sini!” ujarku mendekap Kinkin yang terisak.

“Sampai kapan? Aku sering melihatmu mengigau tiap malam. Meracau. Seringkali kudengar kamu memanggil ‘Nana! Nana!’ Lalu kamu menangis. Aku kemudian berharap-harap cemas bahwa kamu sudah ingat semuanya ketika bangun, dan entah siapa Nana itu akan kembali memenuhi hatimu.” ungkap Kinkin semakin tersedu-sedu.

Tiba-tiba beberapa potongan kenangan memenuhi ingatanku. Tapi masih samar. Namun sepertinya aku mulai ingat siapa Nana itu. “Sejak kapan?” tanyaku. Kinkin kini terkejut dengan ekspresiku. “Sejak kapan Kin aku seperti itu? Kenapa kamu tidak mengatakannya kepadaku?” tanyaku marah.

“Jangan marah, Gam! Aku hanya tak ingin kehilanganmu!” Kinkin menangis.

“Aku butuh waktu sendiri.” Lalu aku melangkah keluar dari rumah pohon rahasia kami. Menatap ke arah hutan yang tiba-tiba tengah bersinar. Belum jelas aku mengamatinya, tiba-tiba..

“Gam…” suara Kinkin terdengar lirih. Aku berbalik badan dan melihat Kinkin telah disekap oleh seorang pria bertopeng dan berjubah hitam. Pria itu lalu melemparkan pisau ke arahku, namun aku menghindarinya dan pisau itu menancap di pancang kayu. Baru saja aku melihat pisau dan berusaha mengantisipasi serangan lainnya, Pria itu sudah menghilang bersama Kinkin.

Sial! Kulihat lagi pisau itu. Di ujungnya terdapat sebuah pesan, “Sebelum ayam berkokok, kamu sudah harus ada di hutan. Kalau tidak, kekasihmu taruhannya.”

Aku bergegas menuju desa. Lalu mengajak Anam. Aku meminta Anam bersiaga kalau-kalau terjadi sesuatu padaku dan kemudian berlari menyelamatkan Kinkin.

 

Baca juga:

 

Kami berdua bergegas menuju ke hutan. Di sana kami mendapati Kinkin telah disekap di bawah pohon. Terikat tak berdaya. Kinkin sepertinya hendak memperingatkan kami akan sesuatu, tapi aku tak paham. Aku berlari menghampiri tempat Kinkin terikat, dan tiba-tiba sebah perangkap gantung menjeratku. AKu terjebak dalam jala gantung.

“Anam! Jangan bergerak!” barangkali ada jebakan lainnya. Anam memperhatikan sekeliling. Mengawasi adanya gerak-gerik mencurigakan atau jebakan yang dipasang. Tapi sulit baginya untuk mengamati di tengah gelapnya hutan di malam hari. Penerangan kami hanyalah bulan purnama.

“Wah.. wah.. wah..! Apa ini? Sepertinya aku mendapatkan buruan yang menarik!” suara berat dan terdengar bengis kini terdengar dari balik kegelapan hutan. Anam bersiap dengan posisi bertarung.

“Ga.. mu.. ruh..? Gamuruh? Nama yang aneh.” lanjut suara itu lagi. “Berani-beraninya kamu mencemarkan wilayah kekuasaanku?”

“Apa urusanmu dengan Kinasih?!” tanyaku seraya memberontak dari perangkap.

“Urusanku?! Urusanku adalah untuk memusnahkan kamu dan juga desamu!” ujar sosok itu.

“Tidak akan kubiarkan itu terjadi!” Anam langsung menyerang ke arah sosok itu. Tapi kemudian sosok itu menjadi bayangan dan berdiri di belakang Anam. Ia langsung mengayungkan tangannya, mengebaskan Anam dengan sangat mudah.

“Jangan gegabah!” aku memperingatkan Anam yang meringis kesakitan setelah menghantam pohon.

“Kalau memang aku yang kamu incar, biarkan mereka pergi!” ujarku.

“Hmm.. sayang sekali aku bukan orang yang bisa berbelas kasih, Gamuruh. Kekejaman telah membukitkan kekuatanku. Kalau aku berbaik hati sedikit saja, maka aku akan kehilangan kehormatan.” ujar sosok itu sambil tertawa kikih lalu mendekati Kinkin.

“Jangan sakiti dia!” teriakku. “Anam!” baru saja Anam akan bergerak, ia sudah dihadang oleh sekawanan perampok. Anam kini justru harus menghadapi puluhan perampok seorang diri.

“Bagaimana ya cara menyiksanya dengan tepat? Kugunduli dulu kah? Atau kucabik-cabik wajahnya yang cantik ini?” ujar sosok itu kemudian menorehkan pisaunya yang tajam ke pipi Kinkin.

“JANGAAAN!” dan wajah Kinkin kini terluka.

 

Bersambung ke Akhir dari Kisah Gamuruh, Sang Pahlawan Desa

Baca juga:

Ketinggalan dengan awal mulanya mini-novel ini? Mulai dari sini: Don’t Forget to Remember Me – Part 1

Latest articles

Related articles

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!